JAKARTA, EDELWEISNEWS.COM – Penerapan sistem merit dalam manajemen ASN diharapkan dapat memicu perubahan mendasar manajemen ASN ke arah yang lebih baik, karena kualifikasi, kinerja, dan kompetensi secara adil tanpa diskriminasi.
Sebagai upaya mengawasi dan memastikan penerapan sistem merit, Komisi ASN menggelar Anugerah Meritokrasi. Sejak tahun 2019 hingga akhir tahun 2020, Komisi ASN telah menilai penerapan sistem merit terhadap 184 instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, mendapat penghargaan terbaik pertama kategori “Baik” untuk Tingkat Pemprov dengan nilai 310,5 poin. Penghargaan diterima Gubernur Sulsel Prof HM Nurdin Abdullah, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (28/1/2021).
Kategori Baik (250-324 poin) ini berarti prinsip merit telah diterapkan pada sebagian besar aspek manajemen ASN dan instansi dapat dikecualikan dari pelaksanaan seleksi terbuka dalam pengisian JPT, namun dengan pengawasan Komisi ASN dan dievaluasi setiap tahun.
Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Reformasi Birokrasi dan Hukum, Prof Dr Sangkala mengatakan, penghargaan ini merupakan wujud dari perncapaian tertinggi dari Undang-undang ASN terkait dengan manajemen ASN. Pasal 111 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dimana Komisi ASN telah menerbitkan Peraturan Komisi ASN No. 5 Tahun 2017 tentang Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit dalam Manajemen ASN di Instansi Pemerintah.
“Tetapi dalam desain besarnya, itu bagian dari reformasi birokrasi yang berkaitan dengan pemetaan ASN di dalam reformasi birokrasi,” ujarnya, Kamis (28/1/2021).
Ia mengatakan, penilaian reformasi birokrasi hasil antara, selain dari dokumen juga dengan upaya yang telah dilakukan serta implementasi reformasi birokrasi, berkaitan dengan pandangan masyarakat terkait dengan dampak reformasi birokrasi yang dilakukan secara internal.
“Adalah salah satu hasil antara itu adalah merit sistem. Kemudian bagi Sulsel sendiri, itu merupakan sebuah langkah drastis menerapkan merit sistem yang memang kemudian tidak mudah lepas dari dukungan pimpinan,” katanya.
“Itu keputusan berani Pak Gubernur,” lanjutnya.
Merit sistem merupakan salah satu langkah untuk mencegah korupsi dan jual beli jabatan serta sebagai upaya penempatan berdasarkan kompetensi, kinerja, dan kualifikasi. Ia menilai bahwa sistem ini masih belum diterima dengan baik. Masih terdapat 540 lembaga pemerintah yang belum menerapkan.
“Kenapa tidak disukai, amanat Undang-undang ASN menciptakan birokrat yang profesional, mengikuti kode etika, kompetensi dan sebagainya. Cara menemukannya itu dengan membangun sebuah sistem yang disebut sebagai sistem merit,” tegasnya.
Lanjutnya, pemerintah daerah yang belum menerapkan merit sistem, maka dimungkinkan dengan melakukan cara antara, yakni dengan open bidding atau lelang terbuka. Bidding dilakukan agar tetap objektif, namun dalam lelang jabatan masih dapat terjadi permainan dan kecurangan.
Dengan sistem merit, pejabat pembina kepegawaian yang telah menerapkan sistem merit harus memperhatikan delapan aspek manajemen ASN, yaitu: (1) perencanaan kebutuhan; (2) pengadaan; (3) pengembangan karier; (4) promosi dan mutasi; (5) manajemen kinerja; (6) penggajian, penghargaan, dan disiplin; (7) perlindungan dan pelayanan; serta (8) sistem informasi.
“Dengan sistem merit itu jelas dengan delapan langkah itu. Nah dengan harapan seperti itu, maka seorang pembina kepegawaian dalam hal ini di provinsi seorang gubernur, itu dimungkinkan lagi tidak melakukan bidding. Karena sistem yang dibangun itu sudah terakui oleh Komisi ASN sebagai pegawas dari manajemen ASN,” jelasnya.
Sedangkan, Ketua Komisi ASN, Prof. Agus Pramusinto menyebutkan, Komisi ASN akan terus berusaha memastikan peningkatan implementasi sistem merit di Indonesia melalui kerjasama dengan lebih banyak instansi pemerintah. Dalam kesempatan yang sama, Komisi ASN menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka pemberantasan korupsi dan pengawasan implementasi manajemen ASN.
“Pengelolaan manajemen SDM ASN secara berkualitas berdasarkan sistem merit akan mampu mengurangi intervensi politik dalam pengisian jabatan. Pegawai ASN menjadi terlindungi karier mereka dari politisasi dan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip merit, seperti nepotisme dan primordialisme,” sebut Agus.
Dengan begitu, pimpinan instansi bisa berkonsentrasi melaksanakan pelbagai program tanpa terlalu disibukkan mencari orang untuk duduk dalam jabatan. Sebab penerapan sistem merit dan manajemen talenta akan mampu memudahkan organisasi memastikan ASN pada jabatan dan waktu yang tepat, serta mewujudkan kepastian karier pegawai. KASN berharap rekomendasi penilaian dan saran yang diberikan dapat dilaksanakan sehingga terjadi perbaikan yang berkelanjutan dalam manajemen SDM ASN. (*)
Editor : Jenita