Oleh : Rusdin Tompo
(Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
Peran Generasi Z atau Gen Z akan sangat menentukan perolehan suara dan keterpilihan seorang calon anggota legislatif, bahkan pasangan Capres-Cawapres RI, periode 2024-2029. Gen Z yang dalam bahasa sehari-hari disebut zoomer, merupakan kelompok demografis diantara Generasi Milenial dan Generasi Alpha. Rentang tahun kelahiran Gen Z, di Indonesia, diklasifikasikan mulai 1997 hingga 2012.
Itu berdasarkan data resmi BPS, yang mengadakan sensus penduduk tahun 2020. Mereka merupakan generasi sosial pertama yang tumbuh dengan akses pada internet dan teknologi portabel, sehingga dijuluki digital native. Sebutan digital native, menurut Marc Prensky, ditujukan kepada orang yang lahir di era digital, di tengah pertumbuhan komputer dan internet yang sangat pesat.
Kepeloporan
Menurut laporan We Are Social, pengguna internet di Indonesia mencapai 213 juta orang, terhitung per Januari 2023. Angka ini setara 77% dari 276,4 juta penduduk Indonesia. Mayoritas atau 98,3% pengguna internet tersebut menggunakan telepon genggam. Terdapat 167 juta pengguna aktif medsos atau sama dengan 60,4% populasi (databoks.katadata.co.id). Aplikasi medsos yang populer, yakni Facebook, TikTok, Instagram, YouTube, Twitter (X), WhatsApp, Telegram, dan lainnya. Pengguna medsos yang disebut warganet di Indonesia terbilang berisik, hingga menjadi kekuatan kelima, disamping eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers.
Dalam konteks ini, “Deklarasi Pemilu Damai 2024” oleh Forum OSIS se-Sulawesi Selatan, pada Senin, 29 Januari 2024, menjadi relevan. Forum yang menghimpun pelajar SMA, SMK, dan SLB, itu notabene termasuk Gen Z.
Acara ini diinisiasi oleh Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi, bersama Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, dan dihadiri seluruh unsur Forkopimda.
Ada dua poin penting dalam deklarasi. Pertama, ikut bersama-sama mewujudkan pemilu yang luber dan jurdil. Kedua, ikut bersama-sama mewujudkan pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoaks, politisasi SARA, dan politik uang (humas.polri.go.id).
Deklarasi berarti pernyataan yang menunjukkan kalangan Gen Z itu akan mengambil peran, tanggung jawab, dan kepeloporan. Deklarasi melalui pelibatan Gen Z juga berarti, secara partisipatoris, Forkopimda mengakui kemampuan, potensi, sumber daya, dan jejaring yang dimiliki Gen Z untuk mensukseskan pemilu yang berkualitas.
Sebagai pemilih pemula (first time voters) yang punya kecakapan digital, yang kental budaya digital, mereka diharap bisa lebih bijak bermedia. Gen Z bisa melakukan hal sederhana, seperti tidak ikut menyebarluaskan konten atau materi negatif berkaitan hate speech dan black campaign. Apalagi serangan hacker terhadap situs-situs penting terkait penyelenggaraan pemilu, institusi negara, dan badan-badan publik lainnya.
Lebih positif dan produktif lagi, jika Gen Z memainkan peran sebagai influencer dengan membuat konten kreatif yang menarik bagi sebaya mereka (peer group). Pendekatan melalui musik dan lagu, sastra, mural, dan berbagai karya seni lainnya akan menampakkan ekspresi politik yang bukan saja indah, tapi juga damai dan bermartabat.
Panggung demokrasi bagi Gen Z, memang tak harus diisi dengan pidato dan retorika, yang justru kadang jauh dari nilai-nilai literasi politik itu sendiri. Biarkan cara dan gaya menerjemahkan pemilu damai, mereka kemas sesuai spirit dan jiwanya sebagai Gen Z.
Hari Kasih Suara
Kementerian Kominfo RI, jauh-jauh hari, sudah mengajak Gen Z untuk memanfaatkan 14 Februari, sebagai “Hari Kasih Suara”, sebuah istilah yang merujuk pada Valentine’s Day.
Dalam acara Election Beats “Voice of Our Generation” (9/12/2023), Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKIP), Usman Kasong, mengajak Gen Z datang ke TPS, sebagai wujud tanggung jawab dan cinta tanah air. Gen Z dinilai punya semangat, opini, dan kemampuan berpikir kritis bagi kemajuan bangsa, sehingga partisipasinya dalam pesta demokrasi akan berdampak signifikan (kominfo.go.id).
Berdasarkan rekapitulasi DPT yang dikeluarkan KPU, memperlihatkan pemilih dari Gen Z sebanyak 46.800.161 orang. Sementara Generasi Milenial ada sebanyak 66.822.389. Jika diakumulasi, maka jumlahnya mencapai 113 juta pemilih. Dengan demikian, kedua kelompok ini mendominasi Pemilu 2024, yakni sebanyak 56,45% dari 204.807.222 total keseluruhan pemilih. Partisipasi mereka akan sangat menentukan perolehan suara paslon, caleg, dan partai peserta pemilu.
Disinilah pentingnya memadukan literasi digital dengan literasi budaya dan kewargaan. Pada literasi budaya dan kewargaan, Gen Z dituntut memiliki kemampuan memahami dan bersikap terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal kita yang luhur. Mereka diharapkan punya kemampuan memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Pemilu 2024 dapat menjadi bukti akan kemampuan teknis dan etis yang dipunyai Gen Z tersebut. Kita tentu percaya Gen Z akan menggunakan haknya sebagai warga negara dan hak politiknya, sebagai bentuk cintanya pada Republik Indonesia. (*)