MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Mendekatkan sejarah kepada generasi muda melalui karya sastra, merupakan cara kreatif. Walaupun pembaca sastra genre ini dituntut mesti memahami lanskap peristiwanya. Karena sastra jenis ini tak sepenuhnya imajinatif, tapi juga dilengkapi serpihan informasi, serta cerita-cerita yang didasarkan data dan fakta sejarah.
Andi Makmur Makka, penulis novel “Rumpa’na Bone” menyadari akan hal itu. Alumni UGM dan Ohio University, USA, ini lalu meramu memoar Brigjen TNI (Purn) Andi Oddang, “Untuk Sang Merah Putih”, kisah Kapten (TRI) A Mannaungi dalam buku “Corat-Coret Masa Revolusi”, dan manuskrip pengalaman Fuad Bahyin sebagai pasukan Tentara Pelajar menjadi novel yang gurih bergizi.
“Novel ini tidak bisa dibilang fiksi karena ada banyak fakta sejarah di dalamnya. Namun, juga tidak bisa disebut cerita sejarah lantaran sudah dibumbui kisah imajinatif di dalamnya,” papar Andi Makmur Makka di depan peserta bedah buku karyanya di Bikin-Bikin Creative Hub Nipah Mall Jalan Jenderal Urip Sumoharjo Makassar, Kamis (24 Oktober 2024).
Dr Adi Suryadi Culla, dosen FISIP Unhas, menyebut bahwa ada banyak sekali peristiwa sejarah Sulawesi Selatan yang direkam dalam novel “Matahari di Atas Rante Mario”. Sikap politik dari para pejuang, kata Ketua Forum Dosen itu, juga tergambarkan dalam novel. Para pejuang era revolusi, meski semula berteman, tapi kemudian berbeda jalan.
Sosok Badillah dan Bahar dalam novel, yang dipertemukan oleh nasib yang sama, tinggal di rumah Guru Amien, akhirnya berpisah jalan meski semula berkawan karib. Keduanya harus berhadap-hadapan dalam pertempuran.
Bahkan Bahar yang bergabung dengan pasukan DI/TII Kahar Muzakkar, terluka oleh tembakan sahabatnya. Lelaki gondrong yang disebut “pemberontak” itu kemudian mengembuskan napas terakhir di Rante Mario akibat darah yang tak henti mengucur.
Rante Mario, yang berarti tanah bahagia, merupakan salah satu puncak tertinggi Gunung Latimojong. Setting lokasi yang jadi pusat kisah novel ini berada di Enrekang. Walau ada sejumlah tempat disebut dalam cerita ini, seperti Barru, Parepare, Enrekang, Yogyakarta, dll. Parepare merupakan asal daerah Andi Makmur Makka.
Mantan Pemred Harian Republika, dan punya rekam jejak panjang di dunia jurnalistik ini, selain menulis novel, juga telah menerbitkan kumpulan puisi, menulis naskah drama dan cerpen. Ia pernah jadi Redpel Majalah Mimbar bersama Nurcholis Madjid, Adi Sasono, Sugeng Saryadi, dan Fahmi Idris.
Selama 20 tahun menjadi PNS, terakhir sebagai Staf Ahli Menristek /Ketua BPPT Bidang Informasi. Pernah pula sebagai Direktur Komunikasi The Habibie Center. Ada 63 buku mengenai Prof Dr Ing BJ Habibie yang ditulisnya, salah satunya Mr Crack dari Parepare (biografi).
“Saya bersentuhan dengan Pak Andi Makmur Makka, lewat terbitan Media Watch dari The Habibie Center,” ungkap Rusdin Tompo, yang diminta sebagai penanggap kedua.
Rusdin Tompo yang dikenal sebagai penulis dan pegiat literasi itu mengaku, dia banyak mendapat asupan informasi dan pengetahuan dari Media Watch terbitan The Habibie Center. Menurutnya, modalnya membaca majalah itu membuat dia melek media. Itulah yang jadi dasar mengapa dirinya masuk sebagai komisioner KPID Sulawesi Selatan.
Terkait novel “Matahari di Atas Rante Mario”, Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan itu, mengatakan banyak pengetahuan yang diberikan diantaranya, gambaran tentang sistem pendidikan dan tata pemerintahan pada masa kolonial. Ada banyak istilah dan kosakata bahasa Belanda dan bahasa Bugis, yang perlu diterjemahkan atau diberi catatan kaki.
Novel ini juga punya banyak kandungan nilai yang bisa jadi pembelajaran, seperti nasionalisme, berani karena benar, teguh memegang prinsip, serta kepedulian dan panggilan untuk melawan ketidakadilan. Menurut Rusdin Tompo, pendekatan gaya penulisan secara kronologis membuat novel ini relatif ringan dipahami dari segi alur cerita.
Editor : Jesi Heny