MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan tahun 2024 angka stunting (anak tumbuh kerdil) dapat turun hingga 14 persen dari angka 29 persen di tahun ini. Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Ichsan Mustari, pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Konvergensi Stunting di Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (29/9/2020).
“Target kita tahun 2024, prevalensi stunting bisa turun hingga 14 persen. Tentu mencapai hal ini tidak mudah, dibutuhkan kerja sama dengan seluruh dinas, badan dan OPD terkait,” kata Mustari.
Ia menjelaskan, dilakukan dengan membentuk enam rencana aksi yang meliputi analisis situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, Perbup peran Desa dan pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM). Dari analisis situasi, Mustari menyebutkan Pemprov Sulsel telah menetapkan 205 desa dan 22 kelurahan sebagai lokus prioritas intervensi tahun 2021.
Lokus tersebut terdiri dari 11 kabupaten, masing-masing Kabupaten Pangkep dengan 30 desa, Tana Toraja dengan 15 desa, Sinjai dengan 18 desa, Jeneponto dengan 20 desa, Toraja Utara dengan 15 desa, Takalar dengan 10 desa, Bone dengan 50 desa, Enrekang dengan 22 desa, Selayar dengan 12 desa, Pinrang dengan 2 desa, dan Gowa dengan 15 desa.
“Untuk mendorong percepatan penurunan stunting, maka 11 kabupaten lokus telah menetapkan desa lokus prioritas intervensi 2021, yang terdiri dari 205 desa dan 22 kelurahan,” jelas Mustari.
Ia menyebutkan, tahun 2020 Pemprov Sulsel melalui APBD telah menyediakan Rp10 miliar, yang diberikan masing-masing Rp100 juta untuk setiap kabupaten/kota yang menjadi lokus penanganan stunting.
Sementara Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Kementerian Dalam Negeri, Budiono Subambang menekankan, stunting masuk sebagai prioritas pembangunan nasional RPJMN 2022-2024.
“Upaya ini masuk dalam Major Project percepatan penurunan kematian ibu dan stunting dengan melakukan perbaikan gizi,” kata Bambang.
Bambang menyebutkan, secara nasional target penurunan stunting di Indonesia diharapkan berada di angka 14 persen, persis sama dengan target Sulsel.
Ia menyebutkan, berbagai intervensi baik spesifik (Bidang Kesehatan) maupun Intervensi Sensitif (Non-Kesehatan), telah banyak dilakukan, namun angka prevalensi stunting masih tinggi. Hal ini menurut Bambang, belum adanya konvergensi program di sasaran penerima manfaat yaitu Rumah Tangga dengan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Saat ini, kata Bambang, provinsi dengan Pravelensi Stunting tertinggi di Indonesia ditempati oleh Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, diikuti Aceh. Sedangkan, untuk provinsi dengan prevalensi stunting terendah berada di DKI Jakarta, DIY, dan Bali.
Di Sulsel sendiri, prevalensi stunting tertinggi berada di Kota Parepare diikuti Tana Toraja, dan Enrekang, dan terendah berada di Kabupaten Gowa, Makassar dan Bone.
Membacakan sambutan Gubernur, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bappelitbangda Sulsel, Junaedi mengatakan, stunting merupakan masalah serius yang mengancam pertumbuhan generasi muda baik secara fisik, dan turut mempengaruhi kemampuan intelegensia anak.
“Dalam upaya menurunkan angka stunting, dibutuhkan peran aktif dari seluruh stakeholder terkait dengan memenuhi prasyarat pendukung mencakup komitmen politik, kebijakan dan keterlibatan pelaksanaan, serta kapasitas untuk mengimplementasikan. Pemprov Sulsel yang memiliki misi telah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui sektor kesehatan, perikanan, pemberdayaan, perempuan, maupun PKK,” jelas Junaedi.
Ia menyebutkan, pencapaian Sulsel untuk keluar dari 10 besar daerah dengan prevalensi tertinggi di Indonesia tidak lepas dari komitmen Gubernur, Wakil Gubernur dan Ketua TP PKK, yang mencanangkan program zero stunting sejak hari pertama dilantik. (hum)
Editor : Jenita