MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Bila akademisi dan penulis bertemu maka obrolannya tak jauh dari buku dan literasi. Bahkan bila silaturahmi itu terjadi pada Hari Raya Idufitri 1445 Hijriah. Seperti itulah obrolan antara Prof Sukardi Weda, akademisi Universitas Negeri Makassar (UNM) dan sahabatnya, Rusdin Tompo, seorang penulis dan pegiat literasi, pada Sabtu, 13 April 2024.
Rusdin bertandang ke rumah Guru Besar Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) UNM itu di bilangan Sudiang, Kota Makassar, untuk bersilaturahmi. Obrolan keduanya menyasar banyak tema, mulai dari. Aktivitas Sukardi Weda yang memelihara ayam dan itik serta ikan lele. Juga seputar dinamika kampus, politik, media, buku, dan literasi.
Sukardi Weda yang punya nama lengkap Prof Dr Sukardi Weda, SS, M.Hum, M.Pd, M.Si, MM, M.Sos.I, M.A.P, punya gelar akademik dari beberapa disiplin ilmu. Tak heran bila Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNM, tahun 2020-2022, itu punya wawasan yang luas, tercermin lewat tulisan-tulisannya di berbagai media massa dan portal berita.
Dalam kesempatan bersua saat hari raya itu, Sukardi Weda menyerahkan buku bunga rampai hasil tulisannya berjudul “Pusparagam Gagasan: Literasi Politik dan Demokrasi serta Masalah-Masalah Lainnya”. Buku terbitan Jariah Publishing Intermedia ini, penyuntingnya tak lain adalah Rusdin Tompo. Pada kesempatan itu, dia juga menyerahkan buku “Demokrasi dan Masa Depan Kedaulatan Indonesia”. Buku yang menghimpun tulisan berbagai tokoh ini, editornya ada tiga orang, masing-masing Adi Suryadi Culla, Sukardi Weda, dan Andi Tamsil.
Rusdin Tompo, yang merupakan Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan, mengaku senang karena diberi buku yang bisa menambah referensi dan koleksi bukunya. Apalagi, dia diberi “jatah buku” sebagai editor langsung dari penulisnya dalam suasana istimewa. Setelah mencicipi hidangan yang disuguhkan tuan rumah, keduanya pun berfoto sembari memegang buku yang diberikan teraebut.
Dalam kata pengantar buku “Pusparagam Gagasan: Literasi Politik dan Demokrasi serta Masalah-Masalah Lainnya”, Sukardi Weda mencermati dinamika praksis politik kontemporer di Indonesia menjelang Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024. Hasil pileg dan pilpres sama-sama sudah kita tahu, tapi tulisan-tulisan dalam buku ini penting sebagai pengingat, dokumentasi, dan pembelajaran.
Misalnya, bagaimana mesin partai memanas dan elit politik sigap tangkas menjalin komunikasi politik secara intens dengan king maker partai. Ada yang membangun koalisi mengusung capres, ada yang sedang mengintip capres potensial yang bakal diusung, ada pula yang konsentrasi menaikkan elektabilitas partainya. Ada yang aktif mensosialisasikan visi-misi partainya, juga ada yang sibuk mensosialisasikan capres usungannya. Intinya, apa pun praksis politik itu, hendaknya tetap mengedepankan etika dan kesantunan dalam berpolitik (fatsun politik).
Dalam pengantarnya, Sukardi Weda yang aktif di sejumlah organisasi kemasyarakatan dan keagamaan ini, juga menaruh perhatian pada dinamika sosial yang mengemuka di tengah masyarakat, mulai dari isu aliran sesat, kekerasan di ruang publik, penculikan anak yang berujung konflik komunal, hingga beragam penyakit sosial lainnya yang memerlukan mitigasi sosial dan pembangunan sosial budaya.
Sebagai salah satu pijakan dalam berperilaku dan bertutur kata, dalam buku itu, dihadirkan nilai dan kearifan lokal yang tujuannya adalah untuk menginspirasi dan menambah wawasan publik guna berbuat yang lebih baik, sehingga masyarakat menjadi aman, tenteram, dan harmonis.
Dalam buku kumpulan tulisan ini Sukardi Weda berupaya memberikan buah pemikiran, ide, dan gagasan dengan maksud melakukan pencerahan kepada publik, terutama mereka yang sedang duduk di tampuk kekuasaan, atau mereka yang sedang menggenggam kekuasaan. Sementara, kepada para pengambil kebijakan, diingatkan supaya tetap berbuat sesuai dengan aturan dan konsensus yang menjadi kesepakatan dalam kehidupan sosial.
Setiap penulis tentu punya cara dan gaya tersendiri dalam pengungkapan masalah, membangun premis, hingga kesimpulan, dengan menggunakan pisau analisis sesuai latar belakang keilmuan atau minatnya. Di luar urusan teknis dan kompetensi penulisan, setiap penulis menulis karena ada dorongan atau motif tertentu. Bisa itu niat untuk berbagi pengetahuan, demi pengayaan wawasan, untuk memberikan perspektif, atau alasan-alasan idealistis lainnya.
Seorang penulis, kata Rusdin Tompo, dalam pengantarnya sebagai editor, pastilah seseorang yang visioner, yang punya pandangan jauh ke depan. Bagaikan dia berada di garis pantai, dengan pandangan yang tak hanya terbatas pada kaki langit yang kasatmata. Karena tentu, nun jauh di seberang, ada kehidupan lain yang—bisa saja—lebih megah dibanding titik pijaknya berdiri.
Dari judul buku yang ditulisnya, tersurat bahwa Sukardi Weda, yang merupakan salah seorang Dewan Penasihat Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Sulawesi Selatan, tidak hanya menawarkan gagasan tunggal tapi beragam. Macam-macam gagasan itu, merupakan ikhtiarnya dalam mengambil peran literasi terkait dengan politik, demokrasi, kepemimpinan, dan masalah-masalah kemasyarakatan lainnya. Masalah-masalah tersebut bisa terkait dengan perguruan tinggi, persoalan hukum dan hak asasi manusia, isu gender, partisipasi generasi muda, ormas, persoalan perlindungan anak, dan media serta literasi. (*)