
MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Peran media sangat penting untuk terus menaikkan isu mobilitas berkelanjutan. Karena media bisa menjangkau lebih banyak warga, dan butuh dukungan publik. Termasuk regulasi penyelenggaraan transportasi umum yang terjangkau, aman, nyaman, inklusif, dan ramah lingkungan bisa segera terwujud.

Peran media terkait advokasi kebijakan dalam isu mobilitas rendah karbon dan inklusif ini, menjadi bahasan dalam kegiatan Makassar Media Fellowship: Newsroom Challenge, yang diadakan di Hyatt Place, Jalan Sudirman 31, Makassar, Rabu (19 Februari 2025).

Kegiatan ini diselenggarakan oleh UK Partnership for Accelerating Climate Transition Indonesia (UK PACT), World Resource Institute (WRI) Indonesia, ARUP, dan Vital Strategies. Peserta kegiatan terdiri atas jejaring jurnalis media cetak, online, dan radio, serta pewarta warga.
Kenjana Aulia, dari WRI Indonesia, mengapresiasi respons positif Pemerintah Kota Makassar yang telah mendukung program ini. Salah satunya, dengan mendorong Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Makassar Tentang Penyelenggaraan Perhubungan.
“Kajian Naskah Akademiknya sudah ada. Ranperda ini penting. Apalagi mengingat Kota Makassar ternyata belum memiliki master plan terkait sistem transportasi,” imbuh Kenjana Aulia.
Pemkot Makassar bersama DPRD Kota Makassar telah menyetujui usulan Ranperda ini dalam Rapat Paripurna Penetapan Program Pembentukan Perda Kota Makassar tahun 2025, pada 16 Desember 2024 lalu.
Ranperda Tentang Penyelenggaraan Perhubungan merupakan satu dari 15 usulan Ranperda yang akan dibahas tahun 2025 ini.
Data-data yang dipaparkan Dr Jusman Hattu, Kepala Bidang Angkutan Umum, Dinas Perhubungan Kota Makassar, memberi gambaran besaran persoalan transportasi di kota ini.
Jumlah penduduk Makassar sebanyak 1.474.939 jiwa, dengan angka pertumbuhan sebesar -0,29 persen. Dikatakan, 92% dari jumlah penduduk itu memilih kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama mereka. Sementara mobilitas mereka, 75% menggunakan kendaraan roda dua.
Ditambahkan, jumlah kendaraan di Sulawesi Selatan sebanyak 5.420.823 unit, di mana 2.090.164 unit diantaranya berada di Kota Makassar.
Artinya, 38,56% persen dari total jumlah kendaraan di provinsi ini, lalu-lalang di Kota Makassar. Diakui bahwa baru sekira 8,6% warga kota ini yang terlayani transportasi umum yang sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM).
“Persoalan kita bukan hanya jumlah kendaraan dan perilaku pengendara sebagai sumber kemacetan. Berdasarkan kajian kami, ada 11 penyebab kemacetan di kota ini,” terang Jusman.
Jusman lantas memaparkan 11 penyebab kemacetan yang dia maksud. Yakni, pilihan mobilitas masyarakat, yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Volume kendaraan yang tinggi, tampak pada jumlah kendaraan yang beredar sangat banyak.
Lalu perilaku pengguna jalan, ini terkait kedisiplinan berlalulintas. Kemudian bottleneck dan kapasitas jalan, maksudnya jalannya sempit dan tidak memadai.
Penyebab lainnya, kata Jusman, adalah parkir on-street, sehingga menghalangi lalu lintas. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur, terlihat pada aktivitas proyek yang mengganggu kelancaran jalan. Juga rekayasa lalu lintas, penataan ulang jalan yang justru menambah kemacetan.
Pesta dan event, yang menyebabkan kerumunan di jalan raya, demonstrasi yang menghambat pergerakan arus lalu lintas, serta insiden lalu lintas, seperti kecelakaan atau kejadian yang menutup jalan, termasuk dalam penyebab itu. Penyebab terakhir, yakni genangan banjir yang menghambat kelancaran perjalanan.
Namun, dia merangkum ke-11 penyebab itu menjadi 4 faktor utama permasalahan kemacetan di Kota Makassar. Yakni pilihan mobilitas masyarakat, perubahan kondisi alam, sistem dan infrastruktur transportasi, serta regulasi dan penataan ruang.
“Karena itu kita butuh publikasi media untuk mengubah mindset. Sebab persoalan ini memberi multiplier effect ke masyarakat dan berbagai aspek lainnya,” lanjut Jusman.
Menurutnya, data-data dan hasil kajian ini perlu dinarasikan oleh media. Ini untuk menyadarkan, betapa besarnya beban dan kerugian yang ditanggung masyarakat akibat persoalan transportasi, bila dikaitkan dengan isu mobilitas berkelanjutan.
Perlunya publikasi dan literasi dalam rangka penyadaran masyarakat (public awareness) juga disampaikan oleh Dr Ir Lucky Caroles, ST, MT, akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas).
Dosen Pascasarjana, yang juga seorang praktisi dan peneliti bidang transportasi, jalan, jembatan, dan geoteknik itu malah menekankan pentingnya koordinasi antar instansi mengingat kewenangan dan kepemilikan jalan ada kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Dia setuju perlu regulasi terkait penataan sistem transportasi dan mobilitas berkelanjutan. Namun yang lebih penting daripada itu, kata dia, adalah penegakan hukum atau law enforcement.
Zulkarnain Hamson, jurnalis senior yang juga seorang akademisi, dalam pemaparannya tentang Forensik Jurnalisme: Membedah Fakta Berita, mengingatkan teman-teman media dalam mengungkap berbagai fakta agar berita tak hanya akurat tapi juga kuat. Sehingga dapat mendorong terjadinya perubahan kebijakan publik.
Pelibatan jurnalis sebagai pemangku kepentingan dalam forum ini, jelas Luna Vidya, Vital Strategies Makassar City Coordinator, bertujuan untuk meningkatkan liputan media mengenai isu mobilitas urban berkelanjautan di Kota Makassar. Isu mobilitas berkelanjutan ini penting dan strategis karena terkait program Future Cities (Kota Masa Depan). (*)
Penulis : Rusdin Tompo