Anggapan Keliru Tentang Pustakawan di Sekolah

0
452

Oleh : Tulus Wulan Juni

Sepertinya saya mau tertawa saat membaca WhatsApp dari kolega saya di sekolah, yang mendapat arahan dari salah satu perangkat kerja daerah yang juga sebagai pengambil kebijakan. Dalam arahannya mengatakan bahwa mereka tidak mengenal jabatan fungsional pustakawan di sekolah, yang ia kenal hanya tenaga pendidik yakni guru dan tenaga kependidikan sebagai pelaksana.

Fungsional itu hanya guru dan pustakawan itu hanya tugas tambahan. Miris membacanya. Terus kapan pustakawan dianggap fungsional yang memiliki tugas pokok tersendiri oleh mereka.

Seharusnya mereka membaca dulu peraturan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah. Karena aturan itu dibuat jelas untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pendidikan disekolah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 5 jelas menyebutkan bahwa Tenaga Kependidikan ada 9 yakni Kepala Sekolah/ Madrasah, Pengawasan Satuan Pendidikan, Tenaga Administrasi, Tenaga Perpustakaan, Tenaga Laboratorium, Teknisi, Pengelola Kelompok Belajar, Pamong Belajar dan Tenaga Kebersihan.

Apakah yang ia kenal selama ini hanya tenaga administrasi saja sebagai pelaksana ?

Bahkan khusus tenaga perpustakaan telah dikeluarkan Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah yang mengamanahkan penyelenggara sekolah/ madrasah wajib menerapkan standar tenaga perpustakaan sekolah.

Sekali lagi menekankan bahwa tenaga perpustakaan itu ada, bukan siluman. Selain itu, UU Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dan PP No. 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan bahwa Tenaga Perpustakaan itu terdiri dari Pustakawan, Tenaga Teknis Perpustakaan, Tenaga Ahli dan Kepala Perpustakaan.

Mulai paham ? Pustakawan itu adalah Tenaga Perpustakaan dan tenaga perpustakaan itu adalah Tenaga Kependidikan. Jangan sampai gagal paham.

Aturan lebih lanjut dalam Perka Perpusnas No. 10, 11 dan 12 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Sekolah menyebutkan bahwa kualifikasi Kepala Perpustakaan diutamakan Pustakawan.

Nah, jika sudah punya pustakawan apalagi telah memperoleh SK pengangkatan sebagai pejabat fungsional di sekolah dan kemudian tidak diakui, bagaimana perpustakaan sekolah mau maju-maju apalagi ditengah pandemi ini.

Seyogyanya mereka para pustakawan memberikan pelayanan kepada siswa secara daring. Namun, alih-alih mau memberikan pelayanan terbaik, hak-haknya dan keberadaannya sesuai aturan tidak diakui. Semoga ada kesadaran untuk memuliakan kembali pustakawan di sekolah sebagai bagian dari tenaga Kependidikan.

Kementerian Pendidikan dan Perpustakaan Nasional sebagai pembina tertinggi pustakawan diharapkan dapat mensosialisasikan keberadaan mereka termasuk peran organisasi IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia).

  • Penulis adalah ASN di Dinas Perpustakaan Makassar dan seorang pustawakan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini