RESENSI BUKU
Judul Buku :
PAUPAU RI KADONG : Suatu Tradisi Lisan Sulawesi Selatan
Penulis :
Nurdin Yusuf, Sherly Asriany dan Ridwan
Penerbit :
Pustaka Refleksi
Jumlah Halaman :
x + 358 halaman
Tahun Terbit :
2015
Jenis Buku :
Cerita Rakyat
Diresensi oleh :
Tulus Wulan Juni (Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar)
Buku dapat dibaca di :
Dinas Perpustakaan Kota Makassar (Koleksi Deposit)
Tradisi lisan suku Bugis di masa lalu menjadi warisan turun temurun yang sangat berharga membentuk kepribadian masyarakatnya. Cerita-cerita orang tua dahulu selain dapat memberikan hiburan juga memberikan sugesti kepada yang mendengarnya untuk mengenal dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam setiap cerita sebagai bagian pedoman hidup dalam bermasyarakat.
Untuk melestarikan dan menghimpun cerita tersebut maka tiga orang penulis yang semuanya berlatar belakang peneliti dan 2 diantaranya dosen Sastra Indonesia mengangkat cerita itu dalam bentuk tulisan yang berjudul PauPau Ri Kadong atau Cerita yang dianggukan atau diiakan. Buku ini lumayan tebal namun tidak perlu kuatir karena bukunya dicetak dengan bahan pilihan termasuk menggunakan lem panas berkualitas sehingga 23 cerita yang ada didalamnya dapat dinikmati dengan santai tanpa rasa takut halamannya ada yang terlepas.
Menikmati bagian per bagian cerita dari buku ini, membuat kita betah untuk mau menghabiskan seluruh cerita dalam sehari. Kadang kita bisa tertawa sendiri bahkan menangis menghayati cerita dalam buku ini. Bahasa yang digunakan oleh penulispun sederhana namun sarat makna walaupun ada beberapa kata yang salah ketik atau salah penempatan huruf tetapi bagi yang mempunyai perbendaharaan kata yang baik hal itu tidak menjadi masalah berarti.
Seluruh cerita dilengkapi pesan moral yang merangkum semua isi cerita. Terkadang pesan moral tersebut bisa menjadi harta karun yang sangat berharga bagi pembacanya sendiri, itulah salah satu dari kehebatan buku ini. Tidak semua cerita memiiki alur yang panjang, ada beberapa cerita yang pendek namun pembaca akan disuguhi diawal buku ini dengan alur cerita yang panjang dan cukup sedih yakni kisah Itenrigau.
Itenrigau memiliki kehidupan yang berliku-liku dan mendapatkan fitnah walaupun ia adalah anak raja dan sempat meninggal yang akhirnya nyawanya kembali lagi atas pengorbanan seekor kucing kesayangannya yang bernama Imeyompalo. Cerita selanjutnya yang bisa membuat kita tertawa adalah cerita yang kedua tentang anak yang suka berbohong yang bernama Lapagala. Walaupun ia dikenal pembohong ulang namun ia sangat cerdik dan sempat dipercaya menjadi pimpinan perampok. Berkat kecerdikannya itu, ia selamat dari hukuman dan penduduk dapat menangkap dan menghukum perampokyang selama ini meresahkan kampungnya.
Cerita ketiga tentang Lapatunru yang baik budi tinggal bersama Ibunya yang janda. Numun ia akhirnya malu karena Ibunya memiliki aib yang dibungkus kebaikan. Aib itu ternyata menjadi pelajaran Lapatunru dan akhirnya dapat memecahkan masalahnya yakni dapat menangkap pencuri yang seolah-olah dipandang baik oleh masyarakat.
Cerita keempat sangat lucu walaupun ada juga sedihnya yaitu tentang kisah La Bungko-Bungko yang berhasil membuktikan cita-citanya dihadapan 6 kakaknya bahwa kelak ia dapat memperistri anak Raja. Kisahnya ini hampir mirip dengan kisah Nabi Yusuf, AS dan La Bungko-Bungko bukan saja memperistri anak Raja tetapi ia juga menjadi Raja. Akhir cerita tersebut hampir sama dengan dengan Cerita keenam tentang La Biu (anak Yatim Piatu) yang dapat memperistri putri raja dan kemudian menjadi Raja.
Sedangkan cerita kelima mengisahkan tentang Si Dungu atau La Bongngo membuat pembaca bisa terpingkal-pingkal karena dungunya yang minta ampun. Walaupun begitu, ia dapat menggiring perampok dihadapan Raja, akhirnya Raja memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan ia tidak bodoh lagi bahkan menjadi Kepala Pasukan Pengawal Raja. Cerita ketujuh tentang Si Curang (La Ceko) dan Si Jujur (La Lempu). Walaupun si Ceko sangat licik tetapi kelicikannya mengantarkan ia ke ajalnya. Cerita ke delapan tentang Buah Delima yang mengantarkan seorang pemuda jujur mendapatkan istri yang shaleh diluar dugaannya.
Cerita ke sembilan tentang asal mula mengapa kelelawar mendapat hukuman sehingga ia mencari makanan dimalam hari. Cerita ke sepuluh tentang Kerbau Belang yang dapat mengobati putri raja yang sedang menderita sakit kulit (maja oli). Dari kisah ini menjelaskan mengapa sebagian orang Bugis tidak makan daging kerbau belang. Cerita kesebelas berupa fabel yang menceritakan tentang kelicikan Buaya yang sudah melupakan budi baik Kerbau. Berkat pertolongan pelanduk akhirnya Kerbau bisa selamat. Cerita Kedua belas tentang Burung Gelatik. Burung Gelatik adalah Burung dari Sumatera yang hijrah di pulau Jawa. Setelah memenangkan kontes kecantikan burung di Jawa maka ia dikirim ke Sulawesi sebagai delegasi. Sulawesi pun mengirimkan delegasi ke pulau Jawa yang kala itu dimenangkan oleh Burung Serra. Masyarakat burung di Jawa ketakutan melihat Serra dengan berkata Mati… Aduh… Seramnya dan akhirnya memberi nama burung itu dengan nama Seram atau Burung Hantu dan kata-kata Mati, Aduh dan Seram akhirnya menjadi cikal bakal nama Madura. Burung Gelatik (Gelaran Cantik) atau Jelatik (Jelas Cantik) di Sulawesi khususnya daerah Bugis disebut Dongi Jawa Sulawesi.
Kisah ketiga belas tentang Petani dan Ternaknya. Kisah ini sangat jenaka karena si Petani bisa mengetahui bahasa binatang setelah bertemu Nabi Sulaiman namun resikonya ia akan mati jika kemampuannya diberitahukan kepada orang lain termasuk isterinya yang ia takuti. Tetapi dengan kemampuannya itu dan juga diledek oleh ayam jantan, akhirnya petani itu tidak takut lagi dengan isterinya. Cerita keempat belas tentang kesabaran yang menceritakan tentang seorang pemuda yang berusaha mencari jawaban dari pertanyaan seorang ratu dan akhirnya menemukan jawaban sehingga ia dijadikan pendampingnya sekaligus Raja.
Cerita kelima belas tentang Perempuan Bijak yang menjadi permaisuri yang dapat meredam amarah Baginda Raja karena kasih sayangnya. Cerita keenam belas tentang anak saleh yang sebenarnya umurnya hanya 20 tahun tetapi karena kesalehannya maka umurnya ditambah lagi 20 tahun.
Kisah ketujuh belas tentang Rezeki di tangan Tuhan yang menceritakan si bujang selalu yakin bahwa rezeki itu ada ditangan tuhan. Setiap hari ia selalu menghabiskan semua rezeki yang diperolehnya pada hari itu dan tidak pernah menyimpannya. Rajapun heran dengan sikapnya karena si bujang tidak pernah kekurangan. Cerita kedelapan belas kisah orang tua yang menyuruh anaknya menuntut ilmu dengan membeli kata-kata. Alhasil kata-kata tersebut menyelamatkan ia dari berbagai kesusahan dan fitnah.
Cerita kesembilan belas tentang Nasib di Tangan Tuhan yang menceritakan seorang kaya raya jatuh miskin dan mencari ajalnya yang tidak kunjung tiba. Setelah berteman dengan Malaikat Maut, ia kembali kaya namun lupa akan kematiannya. Cerita kedua puluh mengisahkan asal mula Peppoq dan Parakang. Cerita ini hampir sama dengan kisah di Buku Rupama (Dongeng) dengan kisah I Sapennenre Na I Oro. Hanya saja di Buku Rupama orang tua I Oro tidak disebutkan menjadi Peppoq dan Parakang dan di Buku ini disebutkan.
Cerita kedua puluh satu mengisahkan tentang Wasiat Orang Tua kepada ketiga anaknya sebelum meninggal. Anehnya mereka diberi wasiat harus membagi harta warisan menjadi empat bagian yang satunya diberikan untuk setan. Perburuan mencari setanpun dilakukan oleh ketiga anaknya dan ternyata setan itu adalah orang yang pertama-tama keluar dari masjid. Cerita kedua puluh dua tentang Suratan Takdir yang mengisahkan 4 saudara dengan kemampuan ilmu masing-masing untuk bersama-sama menyelamatkan putri raja dari cengkeraman Burung Kuajang. Karena sudah menjadi Suratan Takdir pada putri raja maka putri raja memilih pemuda kedua untuk menjadi suaminya.
Cerita Terakhir atau yang keduapuluh tiga mengisahkan tentang Harta Warisan yang dimiliki seorang pemuda dari orang tuanya. Harta tersebut ternyata bisa sebagai maskawin walaupun jumlahnya kurang satu untuk melamar putri raja sesuai permintaannya. Namun usaha anak muda tidak berjalan lancar tetapi untunglah putri raja sangat bijaksana dan membantunya. Seluruh cerita diatas semuanya menarik dan bisa menjadi bahan bercerita kepada siapapun termasuk kepada anak-anak. Karena seluruh cerita tidak dilengkapi dengan gambar ilustrasi maka pembaca dan pendengar dapat berimajinasi sendiri-sendiri untuk menggambarkan tokohnya masing-masing.