MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Sebagai calon guru penggerak (CGP), punya kewajiban melakukan kegiatan Diseminasi Budaya Positif kepada sesama guru di sekolahnya. Hal itu yang dilakukan Jamaluddin, S.Pd, M.Pd, calon guru penggerak di SD Negeri Parinring, pada Rabu (11 Januari 2023).
Guru kelas 6 di sekolah yang berada di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar itu, sudah lebih dua bulan mengikuti kegiatan sebagai calon guru penggerak. Pak Jamal, begitu sapaan akrabnya, mengaku bersyukur bisa lulus sebagai calon guru penggerak. Karena ada lebih 1.300an orang yang ikut seleksi, tapi hanya 90an yang lulus sebagai calon guru penggerak, termasuk dirinya.
“Saya berterima kasih kepada teman-teman dan kepala sekolah atas dukungan yang diberikan. Karena tidak mungkjn saya bisa bikin diseminasi kalau tidak ada dukungan, terutama dari Bu Kepsek,” ungkap Jamaluddin.
Dikatakan, biar bagaimanapun dia membawa nama sekolah sebagai guru penggerak. Karena setiap kali kegiatan, mereka dipanggil berdasarkan sekolah. Budaya Positif ini, lanjutnya, merupakan Modul 1 dari program guru penggerak yang diikuti.
Diseminasi ini penting karena peran guru penggerak adalah bagaimana menularkan kebiasaan baik kepada guru-guru lain dan peserta didik dalam membangun budaya positif. Yakni, dengan menguatkan apa yang sudah menjadi budaya dan iklim yang baik di sekolah.
Budaya positif meliputi 6 hal. Yaitu 1) perubahan paradigma stimulus respons, 2) konsep disiplin positif, 3) keyakinan kelas, 4) pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, 5) lima posisi kontrol, dan 6) segitiga restitusi. Budaya positif ini sebagai penguatan pendidikan karakter untuk profil pelajar Pancasila.
Kegiatan dimulai dengan pemutaran video animasi tentang kemampuan yang dimiliki setiap orang. Film yang diputar adalah serial animasi Bernard, si beruang putih. Dalam film digambarkan kegigihan Bernard memanjat puncak gunung bersalju.
Makna di balik film menceritakan tentang semangat pantang menyerah. Setiap orang perlu melakukan persiapan dan memanfaatkan semua potensi yang ada pada dirinya. Kalau gagal dicoba lagi hingga kelak berhasil.
“Kita kadang punya potensi tapi tidak disadari potensi itu,” papar Jamaluddin.
Melalui materi presentasinya, disampaikan pula tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, yang hari kelahirannya tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Konsep Ki Hajar Dewantara menyebut bahwa guru itu menuntun. Bagaimana memahami kodrat anak, sesuai kondisi anak di lingkungan sosialnya.
Di hadapan rekan-rekan sejawatnya, Jamaluddin menjelaskan bahwa mendidik anak itu seperti menanam padi. Perlu diberi pupuk dan lain–lain. Dalam mendidik anak itu sesuai potensinya. Jadi kalau potensi dan bakat anak di bidang seni maka itulah yang dikembangkan. Tidak bisa dipaksakan untuk pandai dalam bidang Matematika.
“Anak-anak juga sebaiknya tidak dikekang dengan larangan atau kata-kata jangan,” tambahnya berbagi pengetahuan.
Andi Etty Cahyani, Kepala UPT SPF SD Negeri Parinring, menilai positif adanya kegiatan Diseminasi Budaya Positif yang diadakan di sekolahnya. Karena, katanya, membuat kita sadar pada apa yang selama ini dilakukan terhadap anak didik kita.
Melalui kegiatan itu, tambahnya, maka teman-teman guru juga dapat mengetahui perbedaan antara peraturan dan keyakinan kelas. Selain itu, dapat memotivasi guru-guru lain untuk mau mengikuti jejak sebagai guru penggerak.
“Saya berharap, semoga masih ada kesempatan bagi yang lain untuk jadi guru penggerak,” pungkasnya.
Penulis : Rusdin Tompo