Warga Sebagai Pewarta

Oleh Rusdin Tompo

Setiap orang sesungguhnya adalah penyampai peristiwa. Ketika bertemu, orang akan bertukar cerita tentang apa yang dilihat dan disaksikannya. Apalagi jika itu punya kadar kehebohan tertentu.

Itulah dasar pemikiran kami di LISAN (Lembaga Investigasi Studi Advokasi Media dan Anak) ketika membuat kerangka acuan pelatihan Wartawan Cilik bagi anak-anak dampingan Plan Indonesia PU Takalar, di tahun 2001.

Argumentasi bahwa setiap orang merupakan pewarta, rupanya diterima. Sehingga, penguatan kapasitas bagi anak-anak yang tergabung dalam Dewan Anak Takalar itu, dapat dilaksanakan dan berjalan dengan baik. Program ini melahirkan satu produk jurnalistik Buletin Paraikatte, akronim dari pengemban aspirasi anak kreatif dan terampil.

Hak Konstitusi
Konstitusi kita, UUD 1945, mengakui dan menjamin setiap orang berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Pasal 28F itu juga mengakui dan menjamin hak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menggunakan segala jenis saluran komunikasi dan informasi yang tersedia. Hak konstitusi ini juga menjadi dasar para jurnalis menjalankan profesinya.

Namun, catatannya, ada sejumlah mandat yang mesti dijalankan merujuk pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Antara lain, menjalankan perannya memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi secara tepat, akurat, jujur, benar, dan berimbang.

Meski pers merupakan entitas sosial tapi sebagai perusahaan, ia adalah lembaga bisnis dengan keniscayaan menjalankan prinsip-prinsip ekonomi. Dalam posisi inilah, kejadian, peristiwa, fakta lapangan dan omongan seseorang ditimbang berdasarkan news value (nilai berita) dan news worty (kelayakan berita). Ada standar jurnalistik dan kebijakan redaksi yang digunakan. Ada framing yang ‘dimainkan’ sesuai agenda setting media. Lebih lugasnya, ada kepentingan ekonomi politik media yang bersangkutan.

Jadi benar apa yang disebut bahwa berita yang kita baca, kita dengar, dan kita tonton di dan melalui media massa, sudah melalui proses seleksi dan penapisan. Meski dilakukan dengan standar-standar jurnalistik secara peofesional. Juga atas pertimbangan teknis, berdasarkan besar kolom, jumlah karakter/kata, dan durasi siaran atau tayangan.

Inilah the second hand-reality, menurut McComb (2004). Berdasarkan konsepsi realitas tangan kedua, kita memahami mengapa tidak setiap orang bisa melihat dan menemukan dirinya dalam pemberitaan, penyiaran dan penayangan di media massa, seperti koran, majalah, radio, dan televisi. Semua pesan yang kita terima tidak selalu seperti apa adanya. Lebih parah kondisinya jika media massa bersangkutan memihak, apalagi terhadap pengusaha dan penguasa.

Warga Bersuara
Era media konvensional yang secara eksklusif menguasai informasi sudah lewat. Kolom surat dari pembaca dan halaman opini untuk memberi ruang berpendapat dan berekspresi memang sudah dilakukan. Begitupun konsep citizen journalism sudah diadakan melalui tulisan, suara dan gambar. Namun tetap saja, ada mekanisme yang mesti dilalui. Keputusannya tetap ada pada kebijakan redaksi dengan segala pertimbangan dan kepentingannya.

Datanglah abad digital dengan segala kemudahan dan sofistikasinya. Kini kita hidup di era media baru. Terminologi yang menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital, komputerisasi, dan jaringan internet. Dahulu, media massa dengan agenda medianya, mendinamisasi dan mempengaruhi agenda publik. Kini bisa terjadi sebaliknya. Asumsi bahwa khalayak pasif, ternyata tak sepenuhnya benar. Lihat saja di jagat sosial media. Warganet begitu ramai membuat cuitan, mengunggah, dan memposting apa saja di akun-akun mereka. Efeknya bahkan mampu membelokkan dan membatalkan satu kebijakan, bila viral dan trending. Publik melalui media baru, menjadi kekuatan kelima, di luar eksekutif, legislatif, yudikatif, dan media massa.

Netizen dengan memanfaatkan media baru menjadi satu kekuatan di dunia maya. Jumlah mereka memang fantastis. Data menyebutkan, jumlah pengguna internet di Tanah Air, pada tahun 2022, tercatat sebanyak 205 juta orang. Berarti sekira 77% populasi Indonesia. Sedangkan jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia, pada tahun 2022, mencapai 191 juta orang. Malah kita disebut-sebut termasuk yang paling berisik. Militansi netizen Indonesia tidak diragukan.

Semua orang seolah berlomba ingin paling yang tercepat dan terdepan dalam menyampaikan dan meneruskan informasi. Semua orang bisa memproduksi informasi. Tokoh dan selebritas yang semula hanya mungkin lahir, dilahirkan, dan dibentuk oleh media massa, kini bisa muncul dari media sosial. Mereka, para youtuber, selebgram, influencer, konten kreator, dan aktivis medsos, menjadi trend setter, dan profesi kekinian. Media massa mainstream kerap mengutip dan menjadikan postingan mereka sebagai berita.

Mereka bisa bersuara, speak up, menyampaikan pendapat dan pandangannya kapan saja, di mana saja, tentang apa saja tanpa melalui pintu redaksi secara real time. Proses seleksi teks, foto, gambar, dan video ada pada diri mereka sendiri. Di sinilah, sesungguhnya dibutuhkan sikap kritis dan bijak. Nasihat saring sebelum sharing menjadi penting. Bisa tidak berarti boleh. Seberapa berdampak dan mendatangkan kebaikan mesti jadi pedoman.

Kolaborasi Literasi
Nyata bahwa ada suara yang tidak tersuarakan selama ini. Ada aspirasi dan sebentuk ekspresi yang tidak cukup dibuatkan kanalnya oleh media massa (konvensional). Hanya saja, begitu kecanggihan teknologi memungkinkan, keberlimpahan informasi tak bisa lagi dicegah. Datang cepat, silih berganti. Kita mengalami disrupsi informasi.
Yosal Iriantara (2009), mengatakan hidup di tengah dunia yang sesak media ini, diperlukan literasi media agar warga mendapatkan manfaat atau sesuatu yang berguna dari media. Sekaligus mendorong berkembangnya perikehidupan media yang bebas dengan isi yang menyehatkan rohani dan batin masyarakat. Masyarakat informasi ini mesti menjadi masyarakat berpengetahuan yang berkeadaban.

Masyarakat, kata Bill Kovach dan Tom Rosentiel (2001), butuh prosedur dan proses guna mendapatkan apa yang disebut kebenaran fungsional. Kewajiban pertama jurnalisme itu bukan kebenaran filosofis tapi kebenaran dalam tataran fungsional. “Isme” pada jurnalisme ini menuntut disiplin verifikasi. Ini penting berkaitan dengan loyalitas jurnalisme kepada warga (citizens). Ajaran tentang “9 Elemen Jurnalisme” ini perlu disegarkan senantiasa agar media massa menyadari peran dan fungsinya. Dengan sajian pemberitaan yang bergizi, berarti mereka mendidik dan menyehatkan warga.

Begitupun, warga bisa berperan mendukung kerja positive journalism melalui pasokan pemberitaannya. Warga menjadi pewarta dengan mengirim berita dalam bentuk teks, foto/gambar dan video, yang dibuatnya ke media. Cara ini membantu media yang punya keterbatasan SDM. Di sisi lain, warga bisa mendokumentasikan dan membaca kegiatan yang diberitakan media bersangkutan. Mereka juga bisa membagikan berita itu melalui berbagai platform media karena semua sudah terkoneksi secara digital. Kolaborasi dan sinergitas ini merupakan simbiosis mutualisma dalam literasi warga, yang notabene merupakan literasi media.

Makassar, 25 Februari 2023

  • Penulis adalah Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kesehatan Makassar Nasional SULSEL

Pj Gubernur Sulsel Prof Zudan : Fasilitas Rumah Sakit Kemenkes Makassar Lengkap dan Modern

MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COMĀ – Presiden Joko Widodo meresmikan Gedung Rumah Sakit Kemenkes Makassar, Jumat (6 September 2024). Hal ini sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan modern di Indonesia, khususnya di Kawasan Indonesia Tengah dan Timur. Dalam acara peresmian yang berlangsung di Kawasan Center Point of Indonesia (CPI), Presiden Jokowi menekankan pentingnya pembangunan fasilitas kesehatan […]

Read more
Makassar SULSEL

Genjot PAD, Sekda Sulsel Jufri Rahman Minta Perseroda Optimalkan Pengelolaan Aset

MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Jufri Rahman meminta agar Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) melakukan optimalisasi aset untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini sesuai dengan instruksi Penjabat Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh. Hal tersebut disampaikan Jufri Rahman saat menerima audiensi Direktur Pengembangan Usaha dan Operasional PT Sulawesi Citra Indonesia (SCI) Perseroda […]

Read more
Makassar SULSEL

Sekda Sulsel, Jufri Rahman Melepas Calon IPDN Angkatan XXXV Provinsi Sulsel

MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COMĀ – Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, secara resmi melepas Calon Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Angkatan XXXV Provinsi Sulsel, di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel, kemarin, Jum’at (6 September 2024). Dalam sambutannya, Jufri Rahman menyampaikan Keputusan Rektor IPDN Nomor 800.1.2.2-354 Tahun 2024 tentang Peserta yang Dinyatakan Lulus Penentuan Kelulusan Akhir Pada Seleksi […]

Read more