Oleh : Sudirman Muhammadiyah.
Politik sebagaimana yang digariskan oleh Machiaveli dalam bukunya The Prince, merupakan upaya untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara.
Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan politik yang abadi.
Gagasan Machiaveli dalam politik pemerintahan secara mendasar terletak pada 2 konsep :
[1] Bahwa politik dan pemerintahan harus dijauhkan dari agama dan Tuhan,
[2] Kekuasaan adalah sebuah tujuan yang tidak boleh dibatasi oleh norma-norma agama yang justru hanya akan memperkecil ruang geraknya (Sejarah.com)
Bahkan doktrin Machiaveli selanjutnya diterjemahkan oleh para ideolog komunis seperti Mao Tse Dong, dengan menyatakan bahwa ketika kekuasaan ada di tangan, maka agama apapun akan berada di bawah kakimu.
Bagi mereka, agama adalah candu bagi kehidupan. (Karl Marx). Agama tidak boleh menjadi superior di atas politik dan pemerintahan.
Politik dan pemerintahan itu wilayah yang bebas agama dan bebas nilai. Prinsip politik mengatakan tak ada kawan maupun lawan yang abadi, yang ada hanyalah perkara kepentingan.
Baik kepentingan untuk maju, untuk menang dan pastinya untuk menjadi pemimpin negeri ini.
Politik merupakan hal yang dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Dari lawan menjadi kawan, pun sebaliknya, dari kawan menjadi lawan.
Hal tersebut sudah sangat lumrah terjadi mengiringi dinamika perpolitikan. Politik sendiri sering dikaitkan dengan perebutan kekuasaan.
Jika kamu mengikuti laju politik yang dinamis, pastinya akan disuguhkan dengan berbagai drama, lika-liku serta manuver-manuver oleh para politisi.politik dramaturqi
Banyak dari para tokoh politik terkemuka yang dulunya berjuang bersama dalam satu koalisi, kini bercerai berai karena kepentingan yang berbeda.
Sebaliknya, yang dulunya menjadi oposisi, kini bergabung dalam koalisi dan mengangkat satu visi.
Ini saya dapat itu di group diskusi saya;
1). Prabowo, thn 2009, adl cawapresnya Megawati.
2). Fadli Zon, Pilkada DKI 2012, adalah jurkamnya Jokowi-Ahok.
3). SBY, mantan menterinya Megawati. Maju nyapres bareng JK, didukung Surya Paloh, nantang Megawati.
4). Pilpres berikutnya, JK nyapres bareng Wiranto melawan SBY-Boediono, didukung Aburizal Bakrie yang sekarang lebih akrab dengan Prabowo.
5). Amien Rais, menentang Megawati jadi presiden, lalu bikin manuver poros tengah naikkan Gus Dur jadi presiden. Eh di tengah jalan, Gus Dur digulingkan, dan menaikkan Megawati jadi presiden.
6). Periode berikutnya, 2004, Amien Rais nyapres melawan SBY dan Prabowo.
7). Ali Muchtar Ngabalin, pilpres 2014 adl “Die-hard” nya Prabowo yg paling sengit menyerang Jokowi. Hari ini, bergelayut manja di pelukan Jokowi di Istana.
8). PDIP & Gerindra pernah mesra sebagaj oposisi terhadap rezim SBY yang disokong Golkar, PKS dan PAN.
Dan masih banyak lagi contoh
Kesimpulan
Dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi adalah Kepentingan.
Everything is just a game. Karena itu santai saja.
Tidak perlu memusuhi kawan dan kerabatmu yg berbeda pilihannya.
Para elit politik itu bisa gonta-ganti pasangan politik seenaknya sendiri, mereka yang tadinya musuh bisa jadi kawan atau sebaliknya. Sementara kita ini satu kampung, dalam geografi yang sama sudah terlanjur memutus persahabatan, bahkan persaudaraan demi junjungan politisi kalian, yang besok sehabis pemilu sudah kongkow bareng di balik panggung. Kita, kamu saya adalah korban pendidikan politik dungu, yang hanya referensi politik lewat tv, youtube, google, twitter, fesbook, whatshapp, diskusi pos ronda, begitu didapat yang bagus, gatal tanganmu kalau kita, kamu, saya, tidak posting dan balas statusnya orang, padahal belum tentu itu fakta, belum terverifikasi, itulah salah satu kejamnya politik di era milenial.
Lebih kejam dari prediksi Lord Marchiavelli dan teman-temannya, mereka menemukan teorinya dengan berbagai penelitian kita, kamu dan saya, yang penting ada kuota dan wifi kita sudah bikin status, lewat karl marx, lord shang yang, popper, max weber Thomas Khun. Pokoknya top. Seperti kita muridnya Hegel, Sokrates, Plato, Atisyoteles, descartes dkk.
SADAR KAH kita, kamu, dan saya, bahwa
mereka mendapat kekuasaan, kita kehilangan persahabatan. Padahal kalau kita dapat masalah, yang membantu, menenangkan hidup, hati kita bukanlah para elit politik di atas sana, tapi kawan, tetangga, saudara, keluarga kita. Kalau kondisi ini terus kita, kamu dan saya akan mengalami apa dalam sosiologi politik disebut sebagai alienasi politik. Sangat berbahaya dalam demokrasi karena alienasi akan melahirkan apatis dan cuek. Dimana masa bodoh akan muncul apatis. (Diolah dari berbagai sumber).
- Penulis adalah Pengajar Sosiologi Politik
- Kepala Sekolah | Sekolah Politik Masyarakat| SPM-JAPPI SULSEL. |
Kota Watampone, 1 Desember 2022.