MAKASSAR,EDELWEISNEWS.COM – Muhammad Thahir Imam Lapeo atau lebih dikenal dengan Imam Lapeo atau Tosalama‟ Imam Lapeo, merupakan tokoh sufi yang dikenal akan kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, yang terbukti telah melahirkan sejumlah Ulama. AGH. Muhammad Thahir diberi nama Imam Lapeo karena beliaulah yang mendirikan masjid di daerah Lapeo dan sekaligus menjadi imam pertama di masjid yang didirikannya itu.Beliau dikenal juga dengan sebutan Kannai Tambul (‘kakek dari Istanbul’) karena beliau pernah menuntut ilmu agama hingga ke Istanbul, Turki. Sufi besar Tanah Mandar ini dakwahnya merambah masyarakat nelayan hingga pegunungan seperti di Buttu Daala menemani gurunya AGH. As-Syekh Habib Sayyid Alwi Jamalullail bin Sahl. Perjalanan hidupnya sepenuhnya diabadikan untuk ilmu dan umat.
Ada 74 karamah (kelebihan) dalam kisah hidup Imam Lapeo yang ditulis oleh cucu Imam Lapeo sendiri Syarifuddin Muhsin, dalam buku yang memuat tentang perjalanan hidup Imam Lapeo. Peranan dan kontribusi Imam Lapeo melalui kerja-kerja sosial-keagamaan dan kebangsaan menjadi lahan persemaian kharisma, popularitas, sehingga masyarakat Mandar memposisikannya sebagai primus inter pares, yang dicirikan melalui pengakuan dan pembenaran secara sosio-kultural sebagai Waliullah.
Gerakan dakwah Muhammad Thahir lebih menonjol pada aspek karamah dan kewaliannya, hal itu sangat kuat mengakar pada masyarakat Mandar yang dikenal sebagai nelayan. Saat dakwah ke daerah Mamuju, ia diangkat menjadi Qadhi Kerajaan Tappalang. Jejaring Muhammad Thahir dengan Ulama-ulama di Jawa seperti Syekh Kholil Bangkalan dan Mbah Makshum Lasem terhubung oleh guru dan sahabat Muhammad Thahir, yakni Habib Alwi bin Abdullah al-Sahl.
Pembangunan Masjid
“Tak lengkap kesufian seorang wali Allah kalau belum injak Lapeo. Beliau, Imam Lapeo, sebagai pembuka cakrawala bagi para wali Allah dengan ilmu Tasawuf, ilmu kedekatan kepada Sang Pencipta. Sungguh luar biasa dan beliau pantas dipanggil Imam,” ujar Emha Ainun Najib, 2016, Pada Haul ke-64 Imam Lapeo.
Masjid Nur Al-Taubah di Lapeo adalah masjid yang dibangun oleh Muhammad Thahir. Oleh masyarakat Mandar disebut Masigi Lapeo (Masjid Lapeo) . Masjid itu dikenal dengan menaranya menyerupai arstitektur Istambul. Muhammad Thahir adalah imam pertama di masjid di daerah Lapeo ini dan kemudian diberi nama Imam Lapeo, sehingga Imam Lapeo juga disapa dengan nama “Kanne Ambol”, yakni orang yang pernah menngunjungi Istanbul, peralihan sebutan Istanbul ke Ambol. Selain makna lainnya, “Ambol”, yakni jangan coba-coba bertentangan dengan Imam Lapeo, nanti mendapatkan teguran secara langsung.
Ada sekitar 17 masjid yang tersebar di pesisir Sulawesi Barat yang pembangunannya di prakarsai olehnya.
Lembaga Pendidikan
Imam Lapeo menebar keagungan Islam dengan jalan dakwah melalui lembaga-lembaga pendidikan. Proses pengentasan kebodohan masyarakat Mandar kala itu dilakukan dengan cara membuat pengajian-pengajian kecil. Dari hari ke hari muridnya semakin bertambah, kemudian dengan dibantu oleh para murid setianya, maka berdirilah sebuah lembaga pendidikan yang berlokasi di samping Masjid Nuruttaubah Lapeo, nantinya di lokasi ini berdiri lembaga pendidikan yang bernama MTs DDI Lapeo Kecamatan Campalagian, dan kemudian meleburkan diri menjadi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Darud Dakwah wal-Irsyad di Tahun 1972.
Peran Imam Lapeo, tidak terlepas dengan karamah kesufian yang ada pada dirinya.Misalnya, tangannya kebal terhadap api. Diceritakan, selama belajar di hadapan Sayyid Alwi al-Maliki, Imam Lapeo juga bertindak sebagai penuntun unta terhadap gurunya dalam berbagai perjalanan. Saat sang guru Sayyid Alwi al-Maliki bersama muridnya Imam Lapeo melakukan perjalanan antara Makkahdan Madinah, karena keamanan di jalan kurang terjamin, mereka singgah istirahat dan berkemah di jalanan. Ketika itu, sang guru mengetahui Imam Lapeo mengisap rokok. Sang Guru langsung mengambil rokok tersebut dari tangannya, dan rokok yang terbakar itu ditekankan ke telapak tangan muridnya. Dalam keadaan demikian, Imam Lapeo tidak merintih dan tidak merasakan kesakitan, malah hal itu dibiarkannya sampai semuanya selesai.
Realitas keislaman masyarakat Mandar sarat dengan nuansa sufistik. Sementara Imam Lapeo memiliki kualifikasi sebagai Ulama sufi dengan beragam peran sosial keagamaan dan wawasan kebangsaanya yang tinggi. Hal ini terlihat dari pengakuan yang disampaikan masyarakat Mandar dan dari analisis kepustakaan setempat. Peranan dan pengaruh Imam Lapeo terhadap masyarakat Mandar tidak terlepas dari pengetahuan dan pengalamannya dari proses pengembaraan intelektual di tingkat domestik dan mancanegara yaitu Singapura, Turki dan Arab Saudi.
Tarekat
“Di Tanah Mandar ini, beliau dikenal sebagai ulama besar yang berilmu tinggi.” terang Andi Ibrahim Masdar, 2016, Bupati Polewali Mandar.
Selain mengembangkan tradisitahfidz, ia juga berinisiasi kepada Tarekat Syadziliyah dan berdakwah dalam lisan saja. Tipologi tarekat yang dianut Imam Lapeo lebih cenderung pada wawasan tasawuf moderat, yang selalu mencari titik keseimbangan antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Hal ini dibuktikan dengan peran aktif Imam Lapeo dalam taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT dan keterlibatannya dalam politik kebangsaan dengan ikut melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang. Modal sosial-keagamaan ini menjadi pijakan masyarakat Mandar. Posisi sakralitas tersebut berlanjut hingga kini yang ditandai oleh konsistensi masyarakat Mandar dalam memelihara simbul-simbul sakral Imam Lapeo, diantaranya masjid, makan, rumah yang diistilahkan oleh masyarakat Mandar Boyang Kayyang.
Tarekat yang dianut dan dikembangkan di tanah Mandar adalah tarekat Syadzilliyah yang diperoleh langsung dari pusat ilmu tasawuf di Istanbul, Turki. Beberapa ajaran tarekat yang konsisten diaplikasikan Imam Lapeo dan dilaksanakan oleh masyarakat Mandar hingga kini meliputi tazkiyatun nafs melalui proses takhalli, tahalli, tajalli, konsep hakekat Muhammadiyah, wirid (zikir) dan hizb (amalan) yang menjadi tipikal ajaran tarekat Syadziliyah.Pengaruh dan ajaran tarekat ini sangat signifikan terhadap perilaku keberagamaan masyarakat Mandar.
Sebagai guru Naqsyabandiyah, Imam Lapeo dikenal kharismatik. Ada 2 tempat Imam Lapeo berkhalwat, di kebun dan sebidang tanah yang terletak di Paccini. (wik)