GOWA, EDELWEISNEWS.COM – Kru dan Pemeran Film Ati Raja menyambangi makam Hoo Eng Djie di Pekuburan Cina Bolangi, Kabupaten Gowa, Minggu (3/11/2019).
Sebelum ke makam Hoo Eng Djie, Arwan Tjahyadi selaku Eksekutif Produksi Film Ati Raja menjemput cucu Hoo Eng Djie untuk sama – sama ziarah ke kuburan seniman tahun 40 – an tersebut. Cucu Ho Eng Dji ini merupakan anak dari Ho Yuu Gie, salah satu anak lelaki Hoo Eng Djie.
Ketika berada di kuburan, pemeran Hoo Eng Djie, Fajar Baharuddin atau yang akrab disapa Bojan terlihat berjongkok sejenak di depan nisan Hoo Eng Djie, seolah meminta restu atas Film Ati Raja yang tayang perdana pada tanggal 7 November nanti bioskop di Indonesia. Bojan menatap dalam nisan tersebut.
“Saya berharap film ini sukses di pasaran dan bisa mendapat tempat di hati penonton,” harapnya.
Seorang cucu Hoo Eng Djie bernama Yuliaty berterimakasih kepada sutradara yang telah menuangkan cerita hidup kakeknya dalam Film Ati Raja. Katanya, film tersebut membangkitkan kenangan kepada almarhum kakek dan bapaknya.
“Meski saya tidak pernah bertemu langsung dengan kakek saya, tapi film ini seolah menghidupkannya kembali. Kami cucu – cucunya bisa melihatnya meski hanya dalam film. Saya berterimakasih kepada Sutradara Film Ati Raja dan semua kru, hingga Film Ati Raja yang menceritakan tentang kakek saya Hko Eng Djie yang juga pencipta lagu Ati Raja tayang di bioskop. Mudah – mudahan film yang bercerita tentang culture budaya sekitar tahun 40an ini mendapat tempat di hati penonton,” ucapnya.
TENTANG FILM ATI RAJA
Kata Shaifudin Bahrum, Film Ati Raja adalah Film Nasional yang diproduksi di Makassar. Film ini pantas ditonton generasi bangsa untuk menjaga keharmonisan hidup dalam multi etnik dan multi budaya.
Sutradara Film Ati Raja yakni Shaifuddin Bahrum,
Pimpinan Produksi Ancu Amar dan Eksekutif Produksi Arwan Tjahjadi. Film ini diproduksi oleh Persaudaraan Peranakan Tionghoa Makassar (P2TM) dan 786 Production.
Film Ati Raja adalah sebuah film yang menceritakan tentang kisah hidup seorang seniman bernama Hoo Eng Djie. Ati Raja sendiri diambil dari salah satu lagu karya Hoo Eng Djie.
Kisah hidup yang berliku mengantarkan Hoo Eng Djie untuk menuliskan puluhan syair hingga terciptalah karya-karyanya yang hingga saat ini masih bisa dinikmati dan dikenal oleh masyarakat, khususnya warga Makassar. Hoo Eng Djie lahir di Kassi Kebo tahun 1906 dan wafat 1960 di Makassar.
Pada usia belia Baba Tjoi nama panggilan Hoo Eng Djie sempat mengenyam pendidikan rendah di sekolah partikelir milik orang Melayu Ince Bau Sandi di Makassar. Di sekolah itu dia mengenal sastra melayu dan sastra Makassar, serta belajar menulis lontara dan bahasa Makassar. Dengan latar budaya kehidupan kaum Tionghoa peranakan yang hidup bergaul harmonis dengan masyarakat Makassar.
Ketika Baba Tjoi menginjak usia remaja, ia menunjukkan bakat musik yang luar biasa bahkan ia mempopulerkan syair-syairnya melalui nyanyian dan musik daerah Makassar. Pada tahun 1939 Hoo Eng Djie memasuki studio rekaman “Canari” di Surabaya. Pada kesempatan itu ia merekam lagu-lagu Makassar ciptaannya. Hingga tahun 1942, Hoo Eng Djie berhasil menyelesaikan rekaman musik daerah Sulawesi Selatan (bukan hanya Makassar tetapi juga Bugis, Mandar, dan Selayar). Sebanyak 3 album piringan hitam dalam kurun waktu 4 tahun.
Sebelum pecah Perang Dunia Kedua (1945), rekaman lagu Hoo Eng Djie berhasil terjual sebanyak 20 ribu keping, yang pemasarannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia dan Singapura. Lagu ciptaannya yang populer hingga saat ini tetap dinikmati antara lain Ati Raja, Sailong, Dendang-dendang dan Amma Ciang.
Penulis : Jesi Heny