
BULUKUMBA, EDELWEISNEWS.COM – 10 Agustus 2025 – Di penghujung perjalanan panjangnya, Malam Bercerita menutup tirai dengan gemuruh refleksi dan harapan.
Season ke-50 sekaligus menjadi penanda perpisahan dari serial diskusi literasi daring yang telah berlangsung sejak 2022. Episode penutup ini menghadirkan Zeta Ranniry Abidin, seniman muda yang karyanya bersinar di panggung nasional, termasuk dalam perhelatan seni kontemporer Artjog 2025.

Kolaborasi ini bermula dari ajakan sederhana yang dilayangkan oleh tim Rumah Buku, komunitas literasi dan seni yang berbasis di Selatan Sulawesi. Dalam pesannya, mereka menyampaikan keinginan untuk mendobrak batas sempit antara seni dan literasi—dua ranah yang kerap dipisahkan oleh persepsi umum.
“Kami bermaksud untuk mengajak Kak Zeta berbicara dalam tema Melukis Literasi di Atas Kanvas Seni Rupa, karena masih banyak teman di Bulukumba yang menganggap literasi dan seni sebagai dua dunia yang tak saling bersentuhan,” tulis tim Rumah Buku dalam undangan mereka.
Undangan itu diterima, dan jadilah Zeta Ranniry tampil sebagai penutup dalam perbincangan yang kini telah mencapai lima puluh edisi. Malam Bercerita, yang biasanya tayang setiap Kamis, pukul 20.00 Wib/ 21.00 Wita melalui live Instagram. Menjelma menjadi Minggu malam, 10 Agustus 2025 pada ruang digital yang konsisten menghadirkan pembicara dari lokal hingga internasional, menyusuri tema-tema literasi, seni, hingga dinamika sosial.
Dalam momentum penutupan ini, komunitas Rumah Buku mengumumkan bahwa seluruh arsip Malam Bercerita dari tahun 2022 hingga 2025 akan dijahit menjadi sebuah buku. Respon positif pun datang dari para narasumber yang pernah terlibat.
“Wah menarik ini mas, kalau semua pembicaraan dijadikan buku. Malam Bercerita punya jejak digital dan telah melakukan riset melalui pembicara lintas skala. Semoga secepatnya rampung,” ujar seniman dan aktivis Wanggi Hoed, salah satu pengisi acara terdahulu.
Meski dihentikan dalam format daring, Rumah Buku memastikan bahwa Malam Bercerita tidak benar-benar usai. Format offline tengah dipersiapkan, menandai pergeseran bentuk namun tetap menjaga ruh awalnya—bercerita, berdiskusi, dan membangun ruang alternatif untuk ide.
“Sebenarnya literasi ini menjadi hal penting bagi teman-teman seni rupa. Apalagi saya yang saat ini menyelesaikan studi seni rupa di Bandung. Saya butuh literasi sebagai riset karya yang bisa saya visualisasi dalam pameran akhir. Bagi saya literasi itu sangat penting dan buku sangat membantu saya menyampaikan latar belakang karya-karya yang saya pamerkan,” ucap Zeta dalam situasi yang cukup hening.
“Rasanya sungguh berat mengakhiri proyek ini. Tapi kami sadar, ini saatnya mengikhlaskan dan memberi ruang pada format baru. Buku akan jadi medium perpanjangan cerita kita,” ujar Sakkir, pembawa acara yang menjadi wajah familiar dalam setiap episode Malam Bercerita.
Dengan langkah pasti, Rumah Buku menutup satu bab dan membuka kemungkinan baru. Dalam jejak digitalnya, Malam Bercerita bukan hanya sebuah program daring, melainkan perlawanan sunyi yang mengangkat cerita lokal dari lorong-lorong yang sering luput dari narasi arus utama. “Terima kasih dan sampai jumpa di Sekolah Anak Desa,” tutup Sakkir. (*)