Oleh : Tulus Wulan Juni
Hari ini, 14 September 2020 genap 25 tahun peringatan Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca yang dicanangkan oleh Presiden RI, Bapak Soeharto. Tujuannya untuk meningkatkan minat baca masyarakat di Indonesia. Masih di bulan yang sama, yakni 8 September yang lalu diperingati sebagai hari Aksara Sedunia/ Hari Literasi Internasional (International Literacy Day).
Perayaan ini diperingati setiap tahun sejak tahun 1966. 55 tahun yang lalu dalam Konferensi UNESCO tanggal 17 November 1965 di Iran, UNESCO secara resmi menyatakan tanggal 8 September sebagai Hari Literasi Internasional. Tujuannya untuk mempromosikan keaksaraan sebagai alat untuk memberdayakan individu, komunitas dan masyarakat.
Jauh sebelum itu, Allah Swt menurunkan wahyu pertama kepada Nabi Besar Muhammad Saw dengan perintah membaca (Iqra’ = Bacalah) dan Menulis (‘Allama bi Alqalam = Menulis). Hal ini menandakan bahwa Tuhan kita sendiri menghendaki agar semua manusia memiliki kemampuan membaca dan menulis sebagai unsur terpenting dan utama dalam kehidupan. Ketiga rangkaian peristiwa tersebut diatas merupakan momen yang seharusnya menyadarkan diri kita semua betapa pentingnya kemampuan membaca dan menulis, yang kemudian dua kemampuan ini secara sederhana diartikan dengan kemampuan literasi. Implementasi dari perintah Tuhan tersebut diharapkan dapat dijalankan oleh semuanya baik dilingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan dengan intervensi pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Perpustakaan
Sesuai penjelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimilikinya. Kehadiran Perpustakaan sesuai amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 4 bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, kenyataannya kondisi perpustakaan di Indonesia saat ini masih banyak yang belum sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan bahkan masih diangka nol koma.
Berdasarkan Sumber Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pemasyarakatan Minat Baca (P3MB) Perpustakaan Nasional RI bulan Juni 2019 menyebutkan, untuk jenis Perpustakaan Umum dari 23.611 unit perpustakaan yang terakreditasi baru 138 unit Perpustakaan atau 0,58%. Perpustakaan Sekolah dari 121.181 unit perpustakaan yang terakreditasi baru 623 unit perpustakaan atau 0,51%. Perpustakaan Perguruan Tinggi dari 2.428 unit perpustakaan yang terakreditasi baru 196 unit perpustakaan atau 8,07 % dan Perpustakaan Khusus dari 7.132 unit perpustakaan yang terakreditasi baru 69 unit perpustakaan atau 0,96 %.
Jika semua jenis perpustakaan ini di jumlah dan dirata-ratakan maka hasilnya dari 154.359 unit Perpustakaan dari 4 jenis perpustakaan tersebut hanya 1.026 unit perpustakaan atau 0,66 perpustakaan yang terakreditasi dan dinyatakan berkesesuaian dengan Standar Nasional Perpustakaan (SNP).
Kondisi tersebut menjadi pertanyaan, bagaimana sebuah institusi perpustakaan bisa memberikan pelayanan dengan baik jika belum sesuai dengan standar nasional, dan pertanyaan berikutnya adalah sejauhmana peran atau intervensi pemerintah, khususnya pemerintah daerah baik Provinsi dan Kabupaten/ Kota untuk mendorong pengembangan perpustakaan didaerahnya. Padahal Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan hingga Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan untuk semua jenis perpustakaan telah tersedia dan bisa menjadi pedoman.
Lebih mirisnya lagi jika melihat kondisi perpustakaan yang ada di setiap sekolah. Perpustakaan sebagai jantungnya pendidikan belum diberdayakan sebagai sumber belajar siswa, bahkan image perpustakaan sebagai gudang buku dan tenaga perpustakaan dianggap sebagai penjaga buku masih sering disematkan kepada mereka. Padahal perpustakaan sekolah memegang peranan penting untuk meletakkan pembudayaan kegemaran membaca sejak dini, apalagi lebih 1/3 waktu anak-anak dihabiskan di lingkungan sekolah. Bagaimana budaya baca bisa tumbuh sejak dini jika peran perpustakaan sekolah terkesan diabaikan dan hanya menjadi sarana pelengkap saja. Starting awal yang seharusnya diperhatikan oleh semuanya adalah perpustakaan sekolah.
Jika dari pendidikan dasar pembinaan kegemaran membaca baik, maka selanjutnya akan tumbuh dengan baik begitupula sebaliknya. Karena membaca adalah sebuah kegiatan budaya yang membutuhkan waktu tidak singkat.
Literasi
Para ahli mendefinisikan berbeda tentang literasi, tetapi pada prinsipnya sama yakni bagaimana seseorang memiliki kemampuan untuk mengolah dan memahami informasi untuk aktifitasnya sehari-hari. Menurut Profesor pendidikan Elizabeth Sulzby, literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki seseorang dalam berkomunikasi (membaca, berbicara, menyimak dan menulis) dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Jika digambarkan menjadi sebuah piramida, kemampuan menulis (Writing Competence) akan menempati posisi diatas kemudian dibawahnya secara berurut ditempati dengan kemampuan membaca (Reading Competence), berbicara (Speaking Competence) dan menyimak (Listening Competence). Menulis sekali lagi adalah puncak dari keterampilan berbahasa dan jika telah menguasai seluruhnya maka dapat dikatakan telah sempurna kemampuan berbahasanya atau literasinya dan kemampuan menulis ini masih jarang dimiliki oleh seseorang.
Masyarakat saat ini masih banyak berada pada tataran kemampuan dasar berbahasa, yakni menyimak sehingga jika ia berbicara tidak berbasis data tetapi berbasis “katanya” atau bersumber dari kata seseorang sehingga tidak dijamin kebenarannya. Maka dari itu, hoaks gampang sekali tersebar karena kemampuan membaca yang masih rendah. Jika kemampuan membaca baik maka budaya saring sebelum sharing akan menjadi filter. Masyarakat yang memiliki kemampuan literasi yang baik memiliki karakter yang kuat sehingga tidak mudah dipengaruhi dan dibodoh bodohi. Kemampuan literasi akan menjadikan seseorang menemukan berbagai ide, gagasan dan solusi untuk meningkatkan kesejahteraanya.
Melalui kemampuan literasi akan membuka potensi diri seseorang untuk meningkatkan taraf hidupnya, sehingga secara tidak langsung literasi ikut memberdayakan masyarakat. Perpustakaan dan literasi memiliki kaitan erat dalam membantu memberdayakan masyarakat. Perpustakaan bukan saja hadir sebagai penyedia informasi dengan buku-bukunya tetapi bertransformasi menjadi “rumah besar” bagi semuanya sebagai tempat berkegiatan masyarakat, panggung ekpresi diri, praktikum, kelas-kelas pengembangan diri dan sebagainya.
Pustakawan dan tenaga perpustakaan seyogyanya menjadi pelayan yang menyambut hangat dan memfasilitasi mereka. Namun siapkah sarana dan prasarana perpustakaan saat ini jika melihat kondisi diatas apalagi era teknologi dan pandemi covid-19. Terlepas dari berbagai masalah dan kekurangan tersebut mari jadikan institusi perpustakaan sebagai sebuah keluarga besar kita semua, rumah kedua kita semua untuk mengembangkan diri, berbagi dan bergandengan tangan. Karena sejatinya semua kehidupan ini berawal dari membaca dan berawal dari perpustakaan.
Selamat memperingati Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan gemar Membaca tahun 2020.