MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Suara Syahratul Hawaisa Yahya tercekat. Terasa ia berusaha kuat menahan tangisnya saat membacakan tulisan ayahnya, H Muhammad Yahya Daeng Sekre, yang berkisah tentang ibunya, Prof Dr Hj Kembong Daeng, M.Hum.
Kisah yang terdokumentasi rapi dalam lembaran-lembaran buku autobiografi “Permata Karya” itu, dibacakan penuh haru di hadapan keluarga, sahabat, mahasiswa dan mereka yang menghadiri tahlilan hari pertama mengenang wafatnya, Dr H Muhammad Yahya, M.Pd, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Patompo, di kediaman mereka di Kompleks Minasa Upa, Makassar, Jumat (6 Desember 2024).
Buku autobiografi Permata Karya (Pakalawaki, 2024) merupakan kisah hidup Prof Dr Hj Kembong Daeng, M.Hum, Guru Besar Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Soft launching buku yang disunting oleh Rusdin Tompo ini diadakan pada tanggal 4 November 2023, sekaligus merayakan 34 tahun pernikahan (wedding anniversary) H Muhammad Yahya dan H Kembong Daeng.
Pasangan pendidik ini menikah pada tanggal 4 November 1989 dan dikaruniai tiga orang anak, yakni Nurul Fajriati Yahya, Syahratul Hawaisa Yahya, dan Muhammad Fahmi Yahya.
Kembong Daeng, dalam bukunya, menyebut suaminya “Lelaki terbaik pilihan Allah”. Untuk mengenang almarhum H Muhammad Yahya Daeng Sekre, tulisan beliau dalam buku tersebut ditampilkan pada kesempatan ini.
Aku sungguh bahagia dan patut bersyukur kepada Allah Swt karena dipilihkan jodoh terbaik untukku. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa laki-laki sukses itu karena ada istri yang hebat di belakangnya. Demikian juga yang kurasakan, aku meraih apa yang menjadi harapan dan cita-citaku karena di belakang aku ada suami yang hebat dan ikhlas mendampingiku.
Beliau suamiku tercinta, Bapak Dr. H. Muh. Yahya Daeng Sekre, M.Pd. Suamiku diberi gelar paddaengang, Daeng Sekre, setelah menikah denganku. Harapannya agar dua suku dapat dipersatukan dalam satu wadah yang dapat membina keluarga sakinah, mawaddah war-rahmah.
Suamiku, engkau bukan hanya pasangan hidupku yang selalu setia dan penuh pengertian, tetapi juga motivatorku. Engkau senantiasa mengingatkan, mendukung, dan mendorong aktivitasku yang berkaitan dengan kampus. Tanpa pengertian dan kasihmu, tak mungkin Allah Swt meridhai kita meraih keluarga harmonis penuh kesederhanaan.
Lalu, bagaimanakah sosok aku sebagai istri di mata suami? Berikut ini dikisahkan beberapa rangkaian cerita yang masih terekam dalam memori suami, sejak pandangan pertama hingga saat ini. Mari kita ikuti kisah berikut.
Takdir mempertemukan aku dengan seorang gadis berjilbab. Kala itu, Februari 1988. Sebelumnya, aku tidak pernah melihatnya. Dia adalah Adindaku yang kini telah menjadi istri pendamping hidupku dan ibu dari putra-putriku. Saat itu, aku dipertemukan dalam sebuah RAKER yang diselenggarakan oleh KMA-PBS IKIP Ujung Pandang.
Entah mengapa, tiba-tiba pandanganku, saat itu, tertuju padanya dan ketika aku memandangnya, secara spontan hatiku tergetar dan denyut jantungku berdebar. Kutanya pada diriku, “Apakah ini yang dinamakan cinta?” Kuyakin bahwa Allah menggerakkan pandangan mataku agar tertuju padanya.
Sungguh, di kala aku memandangnya, kulihat sorotan matanya yang tajam dan senyumnya yang menawan, membuat hatiku semakin bergetar. Sejak saat itulah, aku selalu merindukannya dan membayangkan senyumnya yang manis. Meskipun aku merasakan getaran cinta, tapi aku tak berani mendekatinya. Dari tingkah, gerak, dan tutur sapanya yang kudengar, membuatku semakin yakin bahwa dialah wanita idamanku yang selama ini kucari dan kucari dalam perjalanan hidupku.
Selama pertemuanku, saat itu, aku belum berani menyapanya, apatah lagi mengutarakan isi hatiku yang sesungguhnya. Kuyakin dia wanita terhormat yang tak gampang menerima rayuan. Apa yang kurasakan hanya kusimpan dalam hati. Aku belum punya keberanian untuk mengutarakan isi hatiku.
Akhirnya, perpisahan kala itu membuat aku semakin penasaran dan selalu merindukannya. Entah kapan lagi aku bisa menatap sorotan matanya dan senyumnya yang selalu menghantuiku? Aku hanya berdoa, semoga aku bertemu kembali.
Beberapa bulan kemudian, doaku diijabah oleh Allah Swt. Meskipun aku sudah sarjana, tapi masih tetap diundang sebagai panitia dalam kegiatan Pameran Buku Nasional yang diselenggarakan oleh KMA-PBS IKIP Ujung Pandang. Alhamdulillah, aku dapat dipertemukan kembali dengan gadis berjilbab itu, sehingga dapat menatap sorotan matanya dan senyumnya yang khas.
Selama pameran berlangsung, hatiku selalu bahagia walau aku belum dapat menyampaikan isi hatiku. Yang kupinta, semoga apa yang kurasakan dapat juga menembus relung hatinya yang paling dalam. Dia wanita yang tak banyak bicara, apatah lagi bertingkah. Dia tidak seperti wanita kebanyakan. Sifat dan karakter itulah yang selalu kudamba dari seorang gadis, dan semuanya terpancar pada teman Supersemarku ini.
Sejak itulah, aku mulai berdoa, kiranya Allah menjodohkan aku dengan gadis yang telah kuimpikan. Pada malam penutupan Pameran Buku, kuberanikan diri menyapa dan menyampaikan alamatku. Dia pun menjawab dengan lembut disertai senyum yang menawan.
Beberapa bulan kemudian, barulah aku dipertemukan kembali, saat dia bersama temannya singgah di kontrakan untuk menyampaikan undangan ujian tesisnya. Kedatangannya yang kedua, setelah ujian tesis, secara kebetulan bertemu dengan Aji-ku (Ibu) dari Bulukumba. Ternyata, apa yang kurasakan, dirasakan pula oleh Aji-ku. Beliau sangat menyayangi gadis yang aku perkenalkan padanya.
Begitu kembali ke Bulukumba, Beliau diam-diam mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan anaknya. Setelah persiapan sudah matang, aku pun dipanggil pulang ke Bulukumba. Beliau lalu menyampaikan niatnya. Beliau mempunyai firasat, jika tidak secepatnya diwujudkan, maka mungkin saja ada orang lain yang akan melamarnya. Akhirnya, aku pun menyetujui niat orang tua. Sesampai di Makassar, aku pun menyampaikan niat orang tua kepadanya. Saat dia mendengar harapan orang tuaku, dia sempat meneteskan air mata, dan terlihat wajahnya sangat pucat.
Singkat cerita, kami pun menikah pada 4 November 1989. Selama pernikahan hingga dikaruniai anak, aku tak pernah merasakan adanya benturan kata, sikap, maupun perbuatan yang berarti dengan istriku. Sorotan matanya, senyumnya, dan tutur katanya, masih tetap sama ketika aku pertama kali memandangnya.
Alkisah, setelah aku mempunyai seorang anak, takdir membawaku ke Palu untuk melamar pekerjaan. Alhamdulillah, tahun 1993, aku diterima menjadi CPNS di Buol, Toli-Toli. Tiga tahun kemudian, aku bermohon untuk pindah ke Makassar. Namun, belum direstui, sehingga dipindahkan ke SMAN 7 Palu. Selama dalam perantauan, banyak suka dan duka serta godaan yang menghantuiku.
Saat aku pertama kali bertugas di Palu, banyak teman dan siswa yang mengira aku masih bujangan, sehingga aku pun tak luput dari godaan. Meskipun demikian, alhamdulillah, aku kembali dengan selamat. Setiap godaan datang menerpa, aku senantiasa mengingat kebaikan istriku. Selama aku menikah, dia tidak pernah berkata kasar, apatah lagi memandang remeh di hadapan keluarganya, meskipun status saya berbeda.
Istriku wanita hebat, penuh dedikasi dan daya kreasi. Meskipun demikian, di tengah kesibukannya, dia tak pernah mengeluh, baik itu urusan rumah tangga, anak-anak, maupun kariernya. Dia istri yang sabar dan selalu menjaga kehormatan suami dan keluarga. Istriku pulalah yang selalu memotivasi hingga aku meraih gelar Magister Pendidikan (M,Pd) dan Doktor.
Selain itu, istriku tak pernah memilih dan memilah keluarga, sehingga dia sangat disenangi oleh keluarga kami. Kedua orang tua kami dihormati dan diperlakukan layaknya orang tuanya sendiri. Begitu pula terhadap kakak dan iparku serta seluruh keluargaku. Semuanya diperlakukan dengan baik, walaupun dia memliki pendidikan dan pekerjaan yang layak.
Kami pun semakin merasakan keharmonisan dan kebahagian setelah aku berubah status dari guru menjadi dosen, dan dikarunai tiga orang anak yang sehat-sehat. Hal ini semua berkat perjuangan dan doa yang tulus dari istri tercinta. Sebagai suami, aku pun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, maafkan Kanda, bila selama ini ada hal-hal yang kurang berkenan di hati istriku tercinta.
Melalui kisah ini, aku selalu berpesan kepada putra putriku bahwa senantiasalah menjaga diri dari hal-hal yang tidak sesuai dengan adat-istiadat dan ajaran agama. Insya Allah, perempuan yang baik-baik akan dijodohkan dengan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik-baik, insya Allah, dijodohkan dengan perempuan yang baik.
Wahai anakku, jadikanlah ibumu sebagai teladan dalam hidupmu. Allah pilihkan ayah sebagai suami terbaik untuknya hingga melahirkan engkau dari rahimnya yang suci. Jika engkau berbuat baik kepada suamimu, dan memperlakukannya dengan sopan dan terhormat, dia akan dijauhkan dari godaan setan yang selalu menghantuinya.
Berkat ketulusan dan keikhlasan ibumu menerima aku apa adanya, akhirnya aku pun dapat meraih impianku menjadi dosen yang selalu diberi amanah di kampusku. Ibumu tak pernah mempertanyakan berapa gajiku. Dia merupakan istri yang selalu sabar dan bersyukur atas nikmat rezeki yang diterimanya.
Aku pun menyampaikan terima kasih kepada kedua mertuaku yang telah melahirkan dan mengasuh anaknya dengan baik, sehingga menjadi istri yang berbudi pekerti luhur. Demikian pula, aku ucapkan terima kasih kepada ipar dan istri/suami iparku, dan seluruh keluarga yang senantias menerima dengan baik dalam keluarga besarnya
Wahai istriku, engkau penyejuk hati dalam kehausanku. Kebaikanmu, sorotan matamu, senyummu, dan tutur katamu selalu mewarnai hidupku. Untuk itu, aku tak pernah kesepian karena engkau selalu setia mendampingiku, baik di kala bahagia maupun susah, di kala suka maupun duka, dan di kala sehat maupun sakit.
Kumohon kepada Allah Swt, semoga hanya maut yang memisahkan di dunia dan kita dipertemukan kembali di surga terbaik yang Allah ridhai. Semoga Allah Swt. mengijabah harapan dan doa kita sayang.
Wassalam.
Muh. Yahya