MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Program rekreasi Duta Covid-19 telah berlangsung selama satu bulan. Sejak dimulai program ini, tanggal 20 April 2020 telah tercatat 931 total peserta yang ikut dalam program ini. Jumlah itu tersebar di empat hotel, yaitu Hotel Swiss Bell, Al-Madera, Hotel Harper, dan Hotel Remcy.
Per tanggal 19 Mei 2020, sebanyak 414 orang telah dinyatakan sembuh dan telah kembali ke masyarakat dan wilayah masing-masing. Program ini merupakan bagian dari strategi utama dalam penanganan Covid-19 oleh Gugus Tugas Sulsel.
Gugus tugas provinsi telah membuat strategi manajemen kasus dan karantina terpusat di Makassar. Untuk pasien dalam kategori PDP atau pasien konfimasi positif Covid-19 dengan gejala berat, akan dirawat di lima rumah sakit rujukan yang berlokasi di Makassar.
Sedangkan untuk pasien OTG, ODP dan pasien konfirmasi positif yang tidak bergejala sampai gejala ringan, maka semua akan diikutkan dalam program isolasi di rekreasi Duta Covid-19 di hotel yang berlokasi di Makassar.
Mengapa menggunakan strategi ini? Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, dr H Muhammad Ichsan Mustari, MHM mengatakan, strategi ini diperuntukkan agar kabupaten lain selain Makassar dapat steril, sehingga menghindari terbentuknya episentrum baru di kabupaten selain di Makassar, Gowa dan Maros.
Selain itu, dengan memusatkan perawatan dan isolasi di Makassar, juga dapat mengurangi tingkat keterpaparan terutama untuk tenaga medis yang harus dilindungi.
“Orang-orang tanpa gejala dan orang ODP tidak perlu diisolasi di rumah sakit, karena rumah sakit akan overload dan tenaga medis akan banyak yang terpapar. Hanya orang yang dengan gejala berat, yang akan ditempatkan di rumah sakit,” jelasnya.
Menurut dr Ihsan, tidak perlu semua RS merawat Covid-19, karena akan berpotensi melumpuhkan pelayanan esensial lainnya. Masyarakat akan takut dan was-was ke rumah sakit.
Rumah sakit non covid dapat fokus memberikan pelayanan lain yang tidak kalah pentingnya. Jangan nanti setelah pandemi ini, muncul masalah baru seperti tingginya kematian ibu akibat banyak ibu-ibu yang tidak dapat melahirkan di fasilitas kesehatan.
Sementara, Health Officer UNICEF Kantor Makassar, Dr Muliana Muhiddin, MPH mengatakan, strategi karantina terpusat walaupun bukan hal yang baru dalam penanganan kejadian wabah dan pandemi, namun program yang dikemas dalam rekreasi duta covid ini adalah program inovatif yang berbeda dari program sebelumnya.
Pertama, tujuan program ini bukan hanya sekedar karantina, tapi juga program pemberdayaan terintegrasi. Dimana semua peserta diberikan edukasi mengenai Covid-19 dan dilatih menjadi kader dan duta Covid-19 yang nantinya akan menjadi edukator handal di masyarakat ketika mereka kembali.
Kedua, program ini tidak hanya memantau kesehatan fisik dan gizi dari peserta, tapi juga dukungan psikososial diberikan dan pendekatan karantina dilakukan secara humanis. Keadaan psikis dan kesehatan mental peserta dipantau dan dilakukan screening awal untuk menilai keadaan mereka, terutama untuk peserta yang tergolong masih usia anak dan remaja.
Ketiga, fasilitas yang diberikan sangat memadai dan nyaman karena di hotel. Peserta merasa sebagai tamu, bukan seperti pasien di rumah sakit. Tenaga medis di hotel sudah lengkap, yang siap melayani peserta dan mereka sudah dilatih termasuk dalam pengendalian dan pencegahan infeksi.
Lebih lanjut, Dr Muli menilai bahwa program ini merupakan cara tepat untuk menurunkan kasus dan menekan penularan atau istilah saat ini melandaikan kurva. Selama ini, untuk OTG dan ODP kebanyakan melakukan isolasi mandiri yang sifatnya sukarela, sehingga kurang efektif dalam menghentikan penularan karena pemantauan susah dilakukan di rumah.
Selain itu, budaya Sulsel yang menganut kekeluargaan, terkadang dalam rumah ada dua hingga tiga KK yang tinggal. Padahal, 80-85 persen orang yang terkena Covid-19 adalah tidak bergejala sampai bergejala ringan saja (OTG dan ODP) dan kebanyakan tidak terdeteksi. Sehingga, bebas berjalan-jalan di masyarakat dan menjadi carier yang dapat membawa virus untuk ditularkan ke keluarga dan masyarakat.
Jika melihat data di Sulsel, kebanyakan kasus adalah dari klaster kontak serumah dan kontak erat kegiatan sosial. Sehingga ketika dalam penanganan mampu mengkarantina OTG dan ODP ini, maka dalam satu atau dua bulan kedepan, kasus dapat menurun secara cepat.
“Dengan strategi ini yang membatasi gerak hanya untuk orang yang suspek dan sakit, mungkin nantinya tidak perlu lagi melakukan social distancing secara ketat,” ujarnya.
Strategi ini kemudian menjamin kelanjutan kegiatan rutin, ekonomi dan layanan-layanan esensial lainnya. Tentu saja, kerjasama dan usaha dari Gugus Tugas Kabupaten/Kota dibutuhkan agar program ini berhasil. Mereka harus aktif untuk mendeteksi OTG dan ODP serta menindaklanjuti untuk diikutkan dalam program ini.
Senada yang disampaikan oleh Dr. Muli, Dr. Muhammad Firdaus Kasim, M.Sc, seorang ahli informatika kesehatan dan merupakan staff bagian IKM-IKK Fakultas Kedokteran Unhas, menyampaikan, bahwa program ini merupakan salah satu cara untuk dapat menekan penularan Covid-19 di masyarakat.
Dr. Firdaus yang mempelajari dan melakukan penelitian terhadap dinamika transmisi Covid-19 di Makassar, telah menganalisis bagaimana program ini mampu mencegah ledakan kasus pada bulan Mei ini yang telah diprediksi sebelumnya oleh ahli epidemiologi Unhas.
Dengan menggunakan asumsi waktu penggandaan Covid-19 selama 6,4 hari sesuai data penelitian epidemiologi sebelumnya, maka dapat diproyeksikan bahwa kegiatan ini dapat mencegah penularan pada 700-800 orang di masyarakat.
“Oleh karena itu, program rekreasi duta covid ini diharapkan dapat secara signifikan melandaikan kurva kasus Covid-19 di Sulsel,” harap dr Firdaus. (*)
Editor : Jesi Heny