Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
Saya dikirimi flyer Rock in Celebes, edisi 15 bertema Heritage, oleh anak saya, Gilang Benazir Adinara. Rock in Celebes, yang akan dihelat 7-8 Desember 2024 itu, punya special show, menampilkan dua musisi papan atas 80-90an, Fariz RM dan Katon Bagaskara. Keduanya bakal pentas di Gedung Kesenian Societeit de Harmonie.
Saya menggemari keduanya. Kaset Fariz Rustam Moenaf dan KLa Project, dimana Katon Bakagaskara jadi salah satu personelnya, saya pernah koleksi. Meski kaset-kaset itu kini hanya tinggal kenangan. Fariz dengan musiknya yang dinamis dan progesif suka saya dengar untuk menghangatkan hari.
Lagu-lagunya seperti, Barcelona, Sakura, Di Antara Kata, Kurnia dan Pesona, Nada Kasih adalah beberapa diantaranya yang pernah wara-wiri di blantika musik Tanah Air. Begitupun dengan KLa Project, pada era keemasannya, lagu-lagu mereka juga merajai tangga lagu-lagu pop di berbagai stasiun radio di Indonesia.
Khusus dengan KLa Project, saya punya pengalaman menjadi bagian dari pertunjukan mereka di Makassar. Bahkan merupakan pertunjukan pertama, tahun 1993, yang digelar di Hotel Victoria Panghegar, sekarang Hotel Horison, Jalan Jenderal Sudirman. Pertunjukan itu bertajuk Pesona KLa ’93.
KLa Project merupakan nama grup musik yang dibentuk tahun 1988. Grup ini digawangi Katon Bagaskara (vokal, bass, gitar,), Romulo Radjadin atau Lilo (gitar, vokal), Adi Adrian (keyboard, piano, synthesizer), dan Ari Burhani (drum). Namun, saat tampil di Makassar, Ari Burhani tak lagi sebagai penggebuk drum. Dia beralih peran sebagai manajer KLa, setelah keluar album “Pasir Putih” (1992).
Drummer KLa saat tampil di Makassar, diisi Ronald Fristianto, sebagai additional player. Ada lagi satu musisi pendukung, yakni Danny Supit, sebagai bassist. Keduanya memang sering jadi additional player, baik saat KLa konser maupun rekaman di studio.
Saya bisa menjadi bagian dari konser KLa Project karena diajak panitia penyelenggaranya. Event Organizer (EO) konser, kala itu, merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Rerata mereka angkatan ’91 dan ’92. Boleh dibilang, mereka adalah adik letting, yang cukup mengenal saya, seniornya hehehe. Saya di kampus dikenal sebagai tukang bikin spanduk. Itulah alasan mengapa saya diajak bergabung.
Sekretariat panitia konser KLa Project ini, kalau tidak salah di rumahnya Nisa, di Jalan Kakatua (sekarang Jalan Pajonga Daeng Ngalle). Rumahnya persis di pojok, bersebelahan dengan TVRI, yang di situ banyak terdapat pedagang sepatu olahraga. Jalan di samping rumahnya itu menuju ke kolam renang Mattoanging.
Di rumah itulah selama persiapan konser, saya rutin datang untuk membuat baliho. Balihonya dikerjakan secara manual, masing-masing seukuran 4 tripleks. Baliho-baliho yang saya buat itu kemudian dipasang di beberapa titik, antara lain di dekat Monumen Mandala Jalan, Jenderal Sudirman, di perempatan Jalan Landak-Jalan Dr Sam Ratulangi, dan depan sekretariat panitia. Saya juga membuat satu baliho ukuran besar sebagai latar panggung.
Sebelum konser, panitia mengadakan jumpa pers di Topaz Food Court, Jalan Topaz Raya, yang berada di kawasan Panakkukang Mas. Ini salah satu tempat nongkrong yang hommy di masanya. Tak hanya wartawan yang hadir, tapi juga KLanis, sebutan untuk fans grup band itu. Mereka juga menjual kaos bergambar sampul album “Pasir Putih”, yang so pasti laris manis dibeli para penggemar.
Saat jumpa pers itu, saya ingat Lilo yang paling happy. Maklum Makassar merupakan kota kelahirannya. Ayahnya, yang seorang tentara, bernama Radjaddin Daeng Lau, asal Jeneponto, Sulawesi Selatan. Dia tampil dengan jaket kulit tanpa lengan topi ala koboy. Sesekali dia menggunakan logat Makassar saat berbincang dengan panitia atau saat disapa fans.
Album “Pasir Putih” dengan lagu andalan Tak Bisa ke Lain Hati dan Belahan Jiwa, merupakan album ketiga KLa. Album bergenre pop, jazz, dan rock ini sukses meraih Penghargaan BASF Award 1992 kategori Pop Kontemporer Terbaik.
Sebelum itu, tahun 1989, mereka merilis album perdana bertitel “KLa”, yang sukses mencetak hits, seperti Rentang Asmara, Tentang Kita, dan Waktu Tersisa.
Pada tahun 1991, KLa meluncurkan album “Kedua”, yang memuat lagu fenomenal Yogyakarta. Lagu ini berhasil memborong berbagai kategori BASF Award di tahun itu, mulai dari kategori Lagu Terbaik, Aransemen Terbaik, hingga kategori Pop Techno Terbaik.
Bisa dibayangkan, riuhnya minat penonton kala itu. KLa datang di saat mereka lagi di puncak kejayaan, dengan sederet lagu hits. Tentu saja saya menikmati semua kemewahan itu, bahkan secara eksklusif.
Ketika mereka gladi atau cek sound di Hotel Victoria Panghegar, yang menjadi lokasi konser, tidak banyak orang yang hadir. Hanya panitia, dan beberapa mitra sponsor yang datang melihat pemasangan logo pada baliho yang saya kerjakan. Mitra sponsor itu mau memastikan bahwa ukuran logo mereka tetap terlihat dari bawah panggung.
Saya memanfaatkan momen itu, berfoto dengan latar personel KLa Project yang tengah gladi. Katon dengan kaos putih dan celana pendek, Lilo dan Adi yang juga tampil casual, serta Danny Supit yang berkaca mata hitam dan Ronald, yang eksentrik. Sebagai informasi, Ronald ini kita kenal sebagai drummer GIGI dan Dr.PM.
Foto-foto dengan personel KLa Project itu, jadi penanda bahwa saya pernah terlibat dalam suatu konser musik, sebagai pembuat baliho dan latar panggungnya. Foto bersama Katon Bagaskara di Topaz Food Court, masih terdokumentasi baik. Mantan pramugara pesawat Garuda itu dengan wajah tersenyum merangkul saya seusai jumpa pers. (*)
Makassar, 22 November 2024