MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Koalisi LBH Makassar, PPDI Sulawesi Selatan, HWDI Sulawesi Selatan dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) menyelenggarakan diskusi tematik, Rabu (25/11/2020). Diskusi tersebut mengangkat tema “Ketersediaan Layanan Bantuan Hukum bagi Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum.
Diskusi ini merupakan rangkaian Temu Inklusi Nasional, sebuah kegiatan dua tahunan yang diinisiasi oleh SIGAB Indonesia, untuk mempertemukan penggiat difabel dari seluruh wilayah di Indonesia. Hanya tahun ini dilakukan secara daring, sejak September hingga Desember 2020.
Diskusi ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan hambatan serta upaya yang telah dilakukan berbagai pihak, dalam pemenuhan hak layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas dan merumuskan strategi bersama, baik pada level nasional maupun daerah, untuk meningkatkan dan memperluas akses layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas.
Hadir sebagai narasumber dan penanggap pihak terkait, baik di pemerintah pusat dan daerah, organisasi advokat dan organisasi bantuan hukum, serta masyarakat sipil, khususnya organisasi penyandang disabilitas yang selama ini telah bergerak mendorong pemenuhan hak atas layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas, baik di tingkat nasional maupun daerah. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Diskusi yang dipandu oleh Kepala Divisi Hak Perempuan, Anak dan Penyandang Disabilitas LBH Makassar Rezky Pratiwi, S.H. Acara dimulai dengan pemaparan Ketua HWDI Sulsel Maria Un yang memaparkan data kasus penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum, yang ditangani bersama oleh LBH Makassar dan HWDI Sulsel, yang didominasi oleh kasus kekerasan. Menurut Maria Un, ditemukan sejumlah hambatan dan tantangan dalam proses penanganannya baik dari korban sendiri, keluarga, para advokat pendamping, dan aparat penegak hukum.
“Karena pada umumnya belum memiliki perspektif dan pengetahuan dalam mendampingi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Selain itu belum tersedianya dokter, psikolog/psikiater yang dibutuhkan untuk melakukan profile assesment bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Tentunya berdampak pada tidak terpenuhinya akses mereka terhadap keadilan,” tutur Maria Un.
Sementraa Reza Fikri Febriansyah, SH, MH selaku Kepala Seksi Pembahasan RUUII Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI memaparkan arah kebijakan dan upaya pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak atas layanan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
BPHN sudah memberi perhatian khusus bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan layanan bantuan hukum, dengan menyiapkan pendataan jumlah penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. “BPHN mendukung penuh setiap cita-cita untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan bantuan hukum terhadap penyandang disabilitas,” terang Reza.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, H. Azhar Arsyad, S.H. menyampaikan pogram pembentukan peraturan daerah Sulsel Tahun 2021. Terdiri dari 13 judul Ranperda, yaitu 6 judul Ranperda inisiatif DPRD dan 7 judul Ranperda usulan Gubernur, yang salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum, yang didalamnya telah memasukkan penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok masyarakat yang akan menjadi penerima layanan.
Jamil Misbah, SH, MH, Ketua DPC PERADI Makassar memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan guna mendorong layanan probono oleh advokat PERADI Makassar.
“Telah ada komitmen bersama dengan stakeholder di Kota Makassar pada tanggal 23 September 2020, yang ditandatangani oleh DPC PERADI Makassar dan PBH PERADI Makassar,” jelasnya.
“Kami senantiasa mengikutkan anggota dalam pelatihan penanganan kasus penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum,” ungkap Jamil.
Manager Program Layanan Hukum Inklusi LBH Makassar, A. Muh. Fajar Akbar, SH menutup sesi dengan memaparkan berbagai upaya LBH Makassar bersama PPDI Sulsel, HWDI Sulsel dan KPI Sulsel sejak tahun 2018 dalam meningkatkan kapasitas stakeholder, untuk memberikan layanan hukum. Diantaranya adalah Pelatihan Paralegal Inklusi Disabilitas bagi paralegal komunitas. Dimana paralegal yang dilatih juga telah melakukan praktek pendampingan hukum bagi penyandang disabiitas yang berhadapan dengan hukum di Kota Makassar, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bone. Pelatihan Advokat Bantuan Hukum Inklusi dengan melibatkan perwakilan advokat PERADI dan beberapa organisasi bantuan hukum.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, terdapat beberapa rekomendasi. Antara lain, adanya perubahan UU No 16/2011 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Daerah yang mengatur tentang bantuan hukum di daerah, yang memperluas penerima bantuan hukum yang tidak saja kategori masyarakat tidak mampu secara ekonomi, namun juga memasukkan kelompok masyarakat rentan lainnya khususnya penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum;
Menambah anggaran bantuan hukum, khususnya untuk penanganan perkara bagi penyandang disabilitas. Mengingat dibutuhkan koordinasi antara organisasi bantuan hukum, pemberi layanan dengan profesi pelaksana Penilaian Personal (Profil Assessment) ,seperti dokter atau petugas kesehatan, psikolog atau psikiater, dan pekerja sosial sebagaimana yang dimandatkan dalam Pasal 30 UU No. 8 Tahun 2016 dan PP No. 39 Tahun 2020.
Kementerian Hukum dan HAM RI dan/atau bersama pemerintah daerah menyediakan anggaran khusus setiap tahun untuk menyelenggarakan Training Advokat Bantuan Hukum dan Paralegal, terkait Penanganan Kasus Penyandang Disabilitas yang berhadapan dengan hukum, dengan melibatkan Organisasi Penyandang Disabilitas dalam pelaksanaannya. Organisasi advokat membuat dan melaksanakan kebijakan yang menjamin terlaksananya kewajiban profesi advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono), yang telah memasukkan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum sebagai penerima layanan.
Organisasi advokat senantiasa meningkatkan kapasitas anggotanya untuk meningkatkan perspektif dan keterampilan profesi advokat dalam penanganan kasus yang melibatkan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, baik melalui Pendidikan Dasar Profesi Advokat maupun melalui pendidikan berkelanjutan. (Rilis)
Editor : Jesi Heny