MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – “Pak Rusdin, calon presiden siapa yang kita pilih?” Terdengar suara beberapa anak dari dalam ruang kelas 4 SD Negeri Borong, saat mereka melihat Rusdin Tompo, berdiri di depan pintu kelasnya, Kamis (11 Januari 2024).
Rusdin Tompo, pegiat Sekolah Ramah Anak, pagi itu datang di sekolah yang berada di Kecamatan Manggala, untuk kegiatan rutin pendampingan minat bakat. Biasanya, kegiatan diadakan di ruang Perpustakaan Gerbang Ilmu. Namun karena ada pembenahan ruangan, dia menemui anak-anak di kelas mereka, saat keluar main. Wali kelas 4A, Hj Rabiah, mengizinkan ‘diskusi kecil’ itu berlangsung di kelasnya.
“Oo, jadi kalian ikuti juga perkembangan informasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024?” Tanya penulis isu-isu media dan anak, yang menghargai pendapat dan pandangan anak-anak sebagai hak partisipasi mereka tersebut.
Pertanyaan anak-anak yang tidak terduga itu, seketika membuat dia tersadar bahwa suasana pesta demokrasi juga dirasakan oleh anak-anak. Ada banyak saluran media yang membuat anak-anak dapat dengan mudah mengakses informasi seputar Pemilu. Ini era digital, yang serba multi-channel, multi-content, dan multi-platform.
Ditanya seperti itu, Rusdin Tompo tidak segera menjawab apa yang ingin diketahui anak-anak tersebut. Dia malah balik bertanya, apakah anak-anak tahu bahwa Pemilu itu bersifat Luber? Yakni, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dia kemudian mencoba mengedukasi anak-anak, dengan cara sederhana dan mudah dipahami, sebagai bagian dari pendidikan politik.
“Nanti pi tanggal 14 Februari, saat hari pencoblosan, baru ditahu siapa yang saya pilih. Itu rahasia nah,” jawab Rusdin Tompo diplomatis.
Anak-anak mengaku, mereka suka menonton debat Capres dan Cawapres karena seru. Mereka lebih memilih ikut menonton di TV karena disiarkan secara langsung. Rata-rata yang menyetel siaran TV debat Capres dan Cawapres di rumahnya, adalah bapaknya. Ibu mereka juga ada di situ, tapi hanya sesekali melihat ke layar kaca. Lebih sering main HP.
“Seru nonton di TV, Pak. Apalagi ada nyindir-nyindirnya,” cerita Icha.
Saat ditanya, kenapa dia tahu bahwa itu nyindir-nyindir? Mereka dengan lugas berkata, “Ya tahulah, Pak.” Beberapa anak malah mencontohkan penggalan-penggalan kalimat yang dia maksud dengan nyindir-nyindir itu.
Rusdin Tompo lalu menjelaskan bahwa debat itu merupakan penyampaian visi misi, tapi didiskusikan. Ada tanya jawabnya. Biar nanti mereka yang punya hak pilih, mengetahui apa yang akan dikerjakan calon presiden dan wakilnya, kalau nanti terpilih. Anak-anak juga nanti bisa memilih kalau sudah berusia 17 tahun. Kalau sudah punya KTP atau Kartu Tanda Penduduk.
Icha, yang punya hobi menyanyi ini, baru sekali nonton debar, saat debat ketiga. Katanya, tadinya dia mau ikut nonton debat kedua tapi mati lampu. Saat nonton debat ketiga, dia sempat tertidur. Begitu terbangun, dia mengira acaranya sudah selesai, ternyata masih berlanjut. Durasi acara debat Pilpres 2024 ini, memang hampir 3 jam.
Minat anak-anak mengikuti debat Pilpres ternyata cukup tinggi. Dzafran, yang jago baca puisi, sudah 3 kali ikut acara siaran langsung debat Capres dan Cawapres lewat TV. Begitu juga Syafa, yang kerap juara mewarnai dan menggambar, juga sudah 3 kali nonton. Sementara, Citra, yang hobi menulis baru 2 kali, yakni saat debat yang pertama dan ketiga. Begitupun dengan Asyifa, baru 2 kali nonton, masing-masing pada debat yang pertama dan ketiga.
Rupanya, penilaian terhadap debat juga beda. Menurut Dzafran, debat yang seru itu adalah debat yang ketiga. Sedangkan Syafa menganggap bahwa debat yang seru itu ketika pelaksanaan debat yang kedua. Dari sekira 10an anak yang ikut ngobrol Pilpres 2024 hari itu, hanya 2 anak yang tidak ikut nimbrung nimbrung. Itu lantaran dia memang tidak menonton debat tapi dia tahu bahwa akan ada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pada tahun 2024 ini. (Ril)