Ki Hadjar Dewantara dan Pendidikan Kebangsaan

Oleh : Anggi Afriansyah

SETIAP 2 Mei yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional sejatinya merupakan hari lahir Ki Hadjar Dewantara, salah satu pejuang tangguh yang mewakafkan dirinya untuk pencerdasan anak bangsa. Prof Dr Sardjito (Rektor UGM) dalam pidato penganugerahan Doktor Honoris Causa di UGM pada 7 November 1956, menyebut Ki Hadjar Dewantara sebagai sosok yang berjuang di tiga lapangan, yaitu perjuangan kemerdekaan nasional, perjuangan pendidikan, dan perjuangan kebudayaan (Tilaar, 2009).

Tak pelak, di hari pendidikan nasional ini, membaca ulang kembali gagasan Ki Hadjar Dewantara menjadi sangat penting bagi kita semua. Jika kita telisik, gagasan-gagasan yang dituliskan Ki Hadjar Dewantara masih sangat relevan dengan konteks kekininan.

Beruntung, Majelis Luhur Taman Siswa mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut dalam satu buku utuh sehingga kita semua dapat membaca dan mempelajarinya. Ada tiga buku kumpulan tulisannya yang disusun Majelis Luhur Taman Siswa pada 1961.

Buku Pertama mengenai pendidikan dan pengajaran, buku kedua mengenai kebudayaan, dan buku ketiga mengenai politik, jurnalistik, dan kemasyarakatan (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2013).

Ada dua catatan menarik yang disampaikan Presiden Soekarno dan Panitia penyusun buku Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka (1962) tersebut. Pertama, Soekarno menuliskan testimoni dalam pengantarnya sebagai berikut ‘… Karangan-karangan beliau adalah sangat luas dan mendalam, yang tidak saja dapat membangkitkan semangat perjuangan nasional di zaman penjajahan, tetapi juga meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pendidikan nasional yang progresif untuk generasi yang akan datang’.

Kemudian yang kedua, catatan menarik dari para penyusun yang menyatakan, ‘… seluruh tulisan Ki Hadjar Dewantara mengandung gereget dan bernapaskan perjuangan. Bukan semata-mata sebagai beberan dan bahasan ilmu, tetapi ia juga mengandung petunjuk memperjuangkan gagasan itu. Tulisan-tulisannya tidak saja menyuruh orang berpikir, tetapi ia mengajak kita berbuat, berjuang untuk cita-cita dengan pengetahuan sebagai senjatanya’.
Kedua catatan tersebut benar adanya bahwa ada kekuatan dari gagasan yang disampaikan Bapak Pendidikan Nasional tersebut.

Dari banyak jenis tulisan Ki Hadjar Dewantara, bagi saya yang paling menarik ialah merenungkan kembali gagasan-gagasannya mengenai pendidikan kebangsaan. Di situasi kebangsaan yang begitu terpolarisasi saat ini, menurut saya, membaca ulang pokok gagasan Ki Hadjar Dewantara, khususnya yang terkait dengan pendidikan kebangsaan menjadi sangat penting.

Agenda kebangsaan yang berupaya untuk menyatukan segenap elemen bangsa memang penting dan perlu disemaikan melalui ruang-ruang pendidikan. Melalui pendidikan kebangsaan, ingatan dan imajinasi kolektif kebangsaan Indonesia yang bineka harus diinternalisasikan. Perspektif kebangsaan ini menjadi penting agar anak-anak bangsa tidak mudah dipecah belah. Tak salah jika dalam berbagai tulisannya Ki Hadjar Dewantara selalu menekankan agar pendidikan menghargai perbedaan-perbedaan dari tiap anak bangsa dan terus berupaya untuk mewujudkan persatuan.

Mendidik rakyat
Bagi Ki Hadjar Dewantara, mendidik anak merupakan bagian dari mendidik rakyat. Rakyat yang kuat akan melakukan segala daya upaya untuk membuat negeri ini makmur. Pendidikan harus membuat anak mencintai bangsanya, membuat mereka menjadi sosok-sosok yang memiliki rasa kemanusiaan. Ada tiga dasar utama yang kemudian diajukan Ki Hadjar Dewantara. Pertama, pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia. Kedua, pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti, membangun karakter. Ketiga, pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan (Majelis Luhur Taman Siswa, 2013).

Kemudian, Ki Hadjar Dewantara pun mafhum bahwa perubahan ialah sesuatu yang sangat bergantung pada pengaruh zaman dan tempat. Maka dari itu, mengetahui kondisi zaman yang terjadi akibat adanya perubahan menjadi sangat penting sehingga dalam beberapa tulisannya disampaikan bahwa pengajaran yang diberikan tidak hanya menuju ke arah cerdasnya anak didik atau bertambahnya ilmu pengetahuan, tetapi juga bagaimana mereka mampu secara aktif mencari berbagai jenis pengetahuan. Apa yang disampaikan tersebut tentu sangat relevan dengan kondisi saat ini.

Ki Hadjar Dewantara juga meyakinkan bahwa jangan sampai sekolah menjauhkan anak-anak dari keluarga dan rakyatnya. Pendidikan harus membangun budi pekerti dan budi kesosialan, sebut Ki Hadjar Dewantara. Inilah yang saat ini terjadi di sekolah-sekolah. Rutinitas sekolah yang penuh dengan tuntutan dan capaian akademik seringkali membuat anak-anak terpisah dari realitas kesehariannya. Ia tak akrab dengan lingkungan keseharian dan tak terkoneksi dengan kegelisahan-kegelisahan yang ada di masyarakat. Pendidikan, menurutnya, harus disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat. Makna mendalam dari filosofi ini ialah bahwa pendidikan tidak boleh mencerabut anak dari budayanya dari realitas kesehariannya.

Oleh karena itu, penting kiranya bagi guru untuk selalu membawa permasalahan sosial kemasyarakatan di ruang kelas untuk ditelaah dan dikritisi, juga membawa anak-anak merasakan denyut nadi masyarakat. Memberikan tugas-tugas yang bersifat kontekstual dengan keseharian anak-anak membantu mereka untuk memahami masyarakat yang akan dihadapinya.

Era digital dengan otomatisasi, kecerdasan buatan, dan ragam variannya tidak boleh membuat anak didik kita semakin tercerabut rasa kemanusiaanya. Di sinilah peran pendidik yang terus melakukan momong, among, dan ngemong, seperti pesan Ki Hadjar Dewantara. Ini berarti, guru yang dibutuhkan ialah mereka yang mampu menemani gejolak kaum muda yang mudah terombang-ambing di era semakin cepatnya perubahan zaman.

Selain itu, pendidikan yang dibutuhkan, jika kembali ke filosofi Ki Hadjar Dewantara, ialah jenis pendidikan yang membuat anak tetep, antep dan mantep di mana ada ketangguhan dari setiap anak untuk terus berupaya meningkatkan kualitasnya. Ngandel, kandel, kendel, dan bandel, yakni anak-anak percaya diri, tidak mudah goyah dan kukuh pada pendiriannya. Juga pendidikan yang neng, ning, nung, dan nang, yakni ada ketenangan hati yang membuat tercapainya tujuan menjadi insan yang berbahagia.

Ada baiknya kita semua, khususnya yang bergelut di dunia pendidikan, membaca kembali ide-ide besar dari Ki Hadjar Dewantara dan berupaya untuk mengontekstualisasikannya sesuai dengan kondisi kekinian. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

  • Penulis adalah Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nasional Opini

Oligarki Kembar Tiga: “Jika Kamu Harus Kaya, Mengapa Kami Harus Miskin?”

Penulis: Mulyadi (Opu Tadampali) Dosen Universitas Indonesia Oligarki Kembar Tiga IndonesiaCobbett tidak secara eksplisit mengucapkan kalimat “Jika kamu harus kaya, mengapa kami harus miskin?” yang menjadi judul tulisan pendek saya ini. Namun, pertanyaan menohok Cobbett dalam bukunya “Rural Rides” (1830): “Why should they be rich, and we poor? (mengapa mereka kaya, dan kami miskin?) dalam […]

Read more
Bulukumba Pendidikan SULSEL

Unismuh Menggelar Benchmarking dan Kuliah Umum di Kantor Pemkab Bulukumba

BULUKUMBA, EDELWEISNEWS.COM – Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan daerah. Kali ini, Unismuh menggelar kegiatan Benchmarking dan kuliah umum di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba pada Senin (13 Januari 2025). Kegiatan ini mengusung tema “Inovasi Kebijakan dalam Pengembangan Destinasi Wisata […]

Read more
Makassar Pendidikan SULSEL

Pamen Ahli Bid OMSP Poksahli Pangdam XIV/Hsn Hadiri Pelantikan Rektor UMI Periode 2024-2026

MAKASSAR, EDELWEISNEWS.COM – Pamen Ahli Bidang Operasi Militer Selain Perang (OMSP) Poksahli Pangdam XIV/Hasanuddin, Kolonel Inf Machfud Supriadi, menghadiri pelantikan Rektor Universitas Muslim Indonesia periode 2024-2026, di Auditorium Al-Jibra, Kampus II UMI, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Jumat (27/12/2024). Ketua Pengurus Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) Prof. Hj. Masrurah Muktar, […]

Read more